Rabu, 11 Juni 2008

Resensi Buku
Awalnya Berawal dari Pikiran

Judul: Pikiran yang Terkorupsi
Penulis: Kwik Kian Gie
Penerbit: Kompas
Cetakan: Pertama, November 2006
Tebal: VII + 228 halaman

"…KKN is the roots of all evils…"
(Kwik Kian Gie)


Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) bagai kanker, menjalar ke semua aspek kehidupan sehingga masalah apa pun yang kita hadapi, akarnya adalah KKN. Sebelum KKN berhasil diberantas atau dikurangi secara signifikan, kita tidak dapat memecahkan masalah apa pun juga dengan memuaskan.


Kwik Kian Gie, seorang intelektual yang dikenal sebagai politikus dan juga ekonom. Dalam bidang politik, Kwik dikenal konsisten berada di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Beberapa jabatan politis pernah dipegangnnya, yang terakhir adalah Kepala Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Sebagai seorang nasionalis sejati, Kwik kerap kali menampakkan kegusarannya ketika Indonesia begitu mudah tunduk pada modal asing, terutama IMF.


Sebagai seorang esais, Kwik sangatlah produktif. Tulisannya selalu terkait dengan idealisme Kwik dalam memandang situasi dan kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Buku Pikiran yang Terkorupsi, merupakan kumpulan esai ekonomi Kwik Kian Gie yang ditulis di harian Kompas dari 1999-2006. Pikiran yang Terkorupsi adalah buku pertama dari dua buku karya Kwik Kian Gie. Buku keduanya dari dwi tunggal ini, adalah Kebijakan ekonomi Politik dan Hilangnya Nalar.
Dalam dialektikanya, Kwik memandang bahwa akar dari semua kebobrokan di Indonesia adalah KKN, atau bila desederhanakan adalah korupsi. Berikut beberapa contohnya dalam Pikiran yang Terkorupsi bab 1 judul pertama:


Keamanan dan ketertiban tidak ada karena jasa pelayanan untuk memberikan ketertiban dan keamanan diperjualbelikan. Bagi pengusaha yang mengerti dan kalkulasinya masih cocok, keamanan diperoleh dengan membayar aparat untuk menjaga usahanya. Jadi tidak adanya kemanan disebabkan karena sengaja tidak diamankan supaya aparat keamanannya dibayar. Ini adalah mengkomersialkan jabatan atau KKN.


Investasi dari dalam negeri kalah bersaing dengan barang impor. Produsen lebih untung menutup pabriknya dan menjadi importir barang sejenis (yang sama dengan usaha terdahulu) yang diimpor dari luar negeri, misalnya RRC. Mengapa kalah bersaing? Sejak lama di Indonesia dikenal ekonomi biaya tinggi, harga pokok barang apa pun di dalam negeri, lebih tinggi dari barang sejenis buatan luar negeri. Mengapa? Karena banyak pungli (pungutan liar) dan pemerasan oleh aparat negara. Jadi KKN lagi.


Dalam keseluruhan Bab 1 tersebut Kwik Kian Gie mengemukakan banyak contoh, bobroknya bangsa Indonesia, dan hasil analisisnya selalu memperoleh jawaban akhir KORUPSI. Tidak hanya memaparkan analisanya, Kwik juga memberi solusi-solusi untuk memberantas korupsi hingga akar-akarnya.


"Selama manusianya masih korup, pembentukan lembaga , penentuan prosedur dan apa pun juga selalu dapat diselewengkan dalam pelaksanaannya. Otak, akal, daya inovasi, dan daya kreasi manusia sangat dahsyat. Otak, akal, daya inovasi, dan daya kreasi manusia sangat dahsyat. Mereka senantiasa akan menemukan cara agar korupsinya sangat sulit dibuktikan" demikian tulis Kwik pada judul Korupsi Oh Korupsi. Kemudian lanjutnya "pemberantasa korupsi harus berfokus pada bagaimana memperbaiki akhlak, moral dan tata nilai manusia Indonesia. Ini proses yang amat panjang"


Lalu apa langkah konkritnya? Kwik Kian Gie dalam judul Cara Pemberantasan KKN hal 30 menuliskan "konsep pemberantasan korupsi yang sederhana, yaitu menerapkan carrot and stick". Kemudian dibahas bahwa carrot adalah pendapatan neto untuk pegawai negeri, baik sipil maupun militer, yang mencukupi untuk hidup standar. Bila perlu pendapatan ini dibuat sedemikian tinggi, hingga mampu hidup dengan sangat layak. Tidak berlebihan, tapi tidak kalah dengan sektor swasta. Stick adalah hukuman yang sangat berat bila terjadi korupsi.


Lebih lanjut Kwik Kian Gie memaparkan bagaimana cara memperoleh dana untuk gaji pegawai, seprti dalam judul Audit dan Penataan Kembali Organisasi Birokrasi. Secara singkat dikatakan bahwa segala biaya negara dapat terpenuhi bila pemberantasan Korupsi dapat berjalan. Bahkan secara pasti, dengan contoh perhitungannya, Kwik menuliskan "...kalau 30 % dapat diselamatkan dari pemberantasan korupsi tahap pertama, pemerintah sudah mendapat pendapatan tambahan sebesar 92 triliun rupiah...".


Buku Pikiran yang Terkorupsi ini, sebenarnya juga menjadi "trend" di dunia perbukuan. Menerbitkan buku yang merupakan kumpulan artikel yang sudah pernah dimuat di media massa, dalam hal ini Kompas. Kumpulan tulisan lain yang dibuat buku oleh Kompas, salah satunya adalah buku feature Sindhunata sebanyak empat buku. Sebuah usaha yang baik dari Kompas dan menjadi apresiasi bagi penulisnya. Hanya saja kelemahan buku seperti ini adalah keterbatasan kolom – di surat kabar – yang menyebabkan kurang mendalamnya analisis. Selain itu ciri khas sebuah esai adalah pembahasan yang padat, tanpa jeda "istirahat". Meskipun demikian, Kwik Kian Gie memang mampu menjawab tantangan bagi penulisan esai. Tulisannya padat tapi masih bisa dimengerti dengan cukup mudah.


Buku ini layak dibaca oleh mahasiswa, wartawan, politisi, ekonom, dan mereka yang aktif dalam pemberantasan korupsi. Sekaligus juga menarik mengikuti pemikiran Kwik Kian Gie seorang ekonom lulusan Nederlandse Economische Hogeschool di Rotterdam, namun juga seorang nasionalis. Dengan membaca buku ini setidaknya kita tahu, bahwa memberantas KKN harus dimulai dari pikiran. (vinco)
Resensi
Romantisme Derita di Balik Tembok Orde Baru

Judul: Menolak Menyerah – Menyingkap Tabir Keluarga Aidit
Penulis: Budi Kurniawan dan Yani Andriansyah
Penerbit: ERA Publisher
Cetakan: Pertama, Juni 2005
Tebal: XXIII + 166 halaman


Semua yang datang adalah semua yang akan pergi. Semua orang melakoni datang dan pergi ini dalam suasana yang alami, lancar dan tak terganggu. Setidaknya itulah yang biasa kita alami dalam kehidupan. Datang dan pergi telah kita lalui untuk kesekian kalinya, dengan kurang disadari, semua itu telah berlalu.


Bukannya hendak membahas sebuah perjalanan datang dan pergi, ataupun bolak-balik tanpa arah. Namun, makna datang dan pergi bagi keluarga besar Dipa Nusantara Aidit, ketua Centra Committee Partai Komunis Indonesia (CC PKI), begitu berbeda. Datang atau pulang, bagi keluarga korban kedigdayaan orde baru ini, bukanlah menjadi suatu yang membahagiakan, melainkan sebuah ancaman dan derita bagi kerinduan yang tidak terlampiaskan. Sebaliknya makna pergi menjadi sebuah penyelamatan, yang meninggalkan kisah-kisah romantis, dan akan tetap menjadi kisah pengantar tidur.


Kisah-kisah romantis tersebut adalah kenangan-kenangan yang dimiliki: Murad Aidit, Sobron Aidit, Asahan Aidit (yang ketiganya adik DN Aidit), Iwan Aidit dan Ilham Aidit (dua dari lima anak DN Aidit), serta Rini Melati Aidit (keponakan DN Aidit), tentang sosok Dipa Nusantara Aidit, kesehariannya dan perjuangannya. Dibalik keromantisan sebuah kenangan, ternyata menyandang nama Aidit membawa konsekuensi derita dalam kehidupan keluarga besar Aidit. Setelah runtuhnya orde baru, barulah beban derita tersebut terkurangi, walau tak mungkin dihilangkan.


Buku Menolak Menyerah – Menyingkap Tabir Keluarga Aidit, merupakan satu-satunya buku yang mengulas sisi lain pasca peristiwa 30 September 1965. Tidak seperti buku lain yang banyak mengulas peristiwa saja, buku ini lebih menonjolkan sisi human interest para korban dan tipu daya orde baru. Di beberapa bagian juga terdapat informasi tentang gerakan 30 September 1965 yang dapat menambah pengetahuan kita tentang peristiwa tersebut.


Buku ini dimulai dari kisah Ilham Aidit, satu dari anak kembar pasangan DN Aidit dan dr. Tanti. Ilham menceritakan bagaimana perlakuan diskriminatif yang telah dia dapat selama ini, bahkan Ilham pernah menerima kenyataan bahwa dirinya nyaris saja berakhir dibawah kokangan senjata tentara. Kemudian kisah berlanjut ketika Ilham akan menikah, bagaimana tekanan batin yang dia dapat untuk menjelaskan bahwa dirinya adalah anak dari DN Aidit, ketua CC PKI, kepada calon mertuanya.


Bab berikutnya, Sobron Aidit dan Asahan Aidit lebih mengisahkan pengalamannya bersama Bang Amad (panggilan mereka untuk DN Aidit) sebelum peristiwa 1965. Bagaimana kehidupan mereka bersama Bang Amad, termasuk percakapan-percakapan keseharian yang terjadi. Sungguh ironis memang bagi Sobron dan Asahan melihat Bang Amad menjadi penanggung dosa peristiwa 1965, menurut mereka Bang Amad hanyalah korban. Bang Amad bagi mereka adalah sosok yang ramah dan demokratis, itu terlihat pada dialognya dengan Sobron, yang mendukung Sobron menjadi sastrawan ketimbang terjun di dunia politik.


Murad, Rini Melani dan Iwan Aidit turut membagi pengalamannya menjadi korban selama orde baru. Mereka terpaksa menyembunyikan identitas “Aidit” di belakang namanya. Resiko tidak diterima dimasyarakat menjadi trauma yang sebisa mungkin harus mereka hindari. Pernah suatu ketika, hanya untuk menghindari kecurigaan kalangan militer, dr. Tanti, Istri DN Aidit, hanya bisa memandang anak-anaknya bermain dari kejauhan tanpa mencoba mendekat. Bayangkan saja, kemanusiaan seperti apa yang menciptakan kondisi demikian.


Buku Menolak Menyerah – Menyingkap Tabir Keluarga Aidit adalah buku yang dianjurkan untuk dibaca. Karena buku ini tidak saja mengandung unsur historis yang kental, tetapi juga unsur kemanusiaan yang dibalut bahasa sastrawi yang mampu membuka wawasan kemanusiaan kita. Bagi penikmat sejarah dan kalangan pro demokrasi, buku ini dapat menjadi informasi segar, karena memang terdapat data-data sejarah baru dan jelas mengajak kita untuk menolak menyerah.


Kelemahan buku ini, khususnya bagi kalangan peneliti dan sejarawan, terutama pada tata cara penyampaiannya yang cenderung sastrawi. Membuat kita sedikit ragu akan fakta ataukah cerita naratif yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut sangat jelas terdapat pada Bab 3, Gesek Biola dan Vietkong yang diceritakan oleh Asahan Aidit. Kritik sejarah dapat kita lakukan untuk membuktikan autentitas buku ini, walaupun yang sangat memukau dan jarang terjadi adalah hampir semua data di buku ini adalah data primer (langsung dari pelaku sejarah).


Terlepas dari semua itu Menolak Menyerah – Menyingkap Tabir keluarga Aidit, merupakan buku satu-satunya yang mengulas DN Aidit, ketua CC PKI, aktor tertuduh peristiwa 1965, secara mendalam. Bacalah…!! Dan renungkan romantisme derita yang terjadi, apakah pada kondisi yang sama anda juga akan menolak menyerah…?!
Oleh: M.S. Mitchel Vinco