Selasa, 22 Desember 2009

ARTICLE OF CONFEDERATION HINGGA KONSTITUSI AMERICA (part II)

C. Terbentuknya Konstitusi Amerika

Tidak adanya kekuasaan dalam mengatur perdagangan antar Negara bagian,dan merupakan menjadi salah satu faktor kelemahan dari artikel konfederasi. Artikel konfedersi juga berdampak pada melemahnya ekonomi, sosial dan politik. Pada tahun 1786 di Anapolis diadakan rapat yang membahas tentang kepentingan dari Negara-negara bagian, mengenai kerja sama antara Negara bagian dalam pemerintahan, dimana yang memerintah adalah yang lebih kuat terutama dalam pengawasan perdagangan kepentingan Negara-negara bagian.

Orang terpenting yang memberikan dorongan, untuk membentuk pemerintahan yang kuat adalah; Alexander Hamilton dari New york. Hamilton mengusulkan agar meninjau kembali artikel konfederasi untuk menyelidiki struktur pemerintahan pada tahun 1787. Selain itu ada juga tokoh yang berpengaruh yaitu; James Madison, usulanya tidak jauh berbeda dengan Hamilton.

Pada tahun 1787, dibentuk konstitusi Amerika serikat, dengan tujuan untuk membatasi kekuasaan pemerintah dari pada tujuan umum lainnya. Konstitusi Amerika Serikat dibentuk oleh masing-masing kepalah Negara bagian. Isi konstitusi diambil juga dari Carta [1215], petisi Inggris tentang hak-hak [1628], peraturan kerajaan Inggris tentang hak, serta diambil juga dari artikel konfederasi. Konstitusi ini digerakan oleh tokoh-tokoh yang menginginkan Amerika merdeka dan bebas untuk menentukan nasibnya sendiri.

Konsep dasar dari perundangan Amerika Serikat ini di pelajari juga dari konsep lama yaitu; Romawi dan Yunani, yang menyatakan adanya pelaksanaan hukum tertinggi, maka akan mengatur kehidupan manusia.

Dalam perkembangan pada tahun 1787 di Philadelphia, diadakan pertemuan yang dihadiri oleh masing-masing wakil dari Negara bagian, yang hadir dalam kongres berjumlah 39 orang.dalam pertemuan itu dibicarakan tentang perundangan dan persatuan yang lebih kokoh dan merdeka.dari pertemuan di Philadelphia. Masing-masing Negara mengeluarkan pendapat, salah satunya tanggapan dari Virginia, mengusulkan untuk membentuk pemeritahan yang tediri atas; Eksekutif, Legeslatif dan pengadilan. Dalam legislatif akan terdiri atas suatu kongres dari dua badan atau Senat, yang didasarkan pada masing-masing kekuasaan Negara bagian.

Dari pertemuan diatas diambil kesepakatan yang terdiri atas, kongres terdiri atas dua badan yang di dalamnya terdapat setiap perwakilan di bidang yang lebih tinggi dari Negara bagian dan dari masing-masing Negara bagian terdapat dua senator, yang dipilih dari dewan perwakilan Negara bagian dan di badan yang lebih rendah ialah dewan perwakilan yang semuanya dipilih dari wakil masing-masing Negara bagian yang dipilih langsung oleh rakyat.”.

Pembuatan konstitusi dipertegas tentang pengambilan kekuasaan kedaulatan dan Negara bagian, yang diberikan kepada rakyat sebagai keseluruhan kerja sama dengan pemerintah pusat.


Konstitusi Amerika Serikat terdapat tiga konsep:

1. Pemisahan kekuasaan, pemisahan wewenang dalam konstitusi Amerika Serikat, secara umum kekuasaan didelegasikan kepada kongres[legeslatif], presiden[eksekutif] dan lembaga hukum federal[Yudikatif], masing-masing dari mereka mempunyai wilayah secara independent[mutlak].

2. System Federal, doktrin federal mempunyai dua implikasi untuk menganalisa hukum konstitusional, system ini tidak mempunyai kekuasaan mutlak, tetapi tergantung persetujuan Negara bagian.

3. Yudicial Review, uji materi hukum, sering digambarkan sebagai penyeimbang dalam sistem negera federal dalam menjamin kesepakatan atau peluang menguji fadilitas aksi dari Negara bagian.

Prisip-prisip konstitusi Amerika Serikat:

1.Federalisme

2.Pemisahan wewenang atau kekuasaan

3.Cheks and Balances

4.Konstitusi yang demokkrasi.

D.Reaksi Negara-negara bagian terhadap konstitusi AS

Bagi banyak orang dokumen konvensi konstitusional sangat berbahaya karena mereka takut apakah pemerintah pusat yang kuat yang terbentuk ini nantinya tidak akan menindas mereka atau membebani mereka dengan pajak yang tinggi dan membawa mereka ke peperangan? Dari pandangan mengenai konstitusional ini menyebabkan ada dua kelompok yang mendukung konstitusi dan yang tidak mendukung.

1. Kelompok pro/ pendukung;

a. orang-orang negro yang menyetujui konstitusi, kelompok ini mendukung pemerintah pusat yang kuat.

b. negara yang setuju antara lain: Pensylvania, Massachussetts, Delavari, New Jersey, Georgia, New York dan Virginia, dibawah pimpinan Alexander Hamilton.

2.kontra

a. orang-orang yang tidak setuju konstitusi adalah orang-orang yang anti federalis, mereka ini lebih suka sebuah asosiasi longgar dari Negara-negara bagian yang terpisah.

b. negara bagian yang tidak setuju; New York city, Rhode Island, Nort Carrolina dibawah pimpinan Thomas Jefferson pemungutan suara pada konvensi di Paugh keeps.


KESIMPULAN

Sejarah Amerika pasca revolusi ditandai dengan dua keinginan umum pada Negara-negara bagian. Di satu sisi, beberapa Negara bagian menginginkan kebebasan sepenuhnya pada wilayah bagiannya. Sementara beberapa Negara bagian lain, bersama kongres, menginginkan terbentuknya sebuah Negara dengan pusat pemerintahan yang kuat.

Negara-negara bagian Amerika, setelah revolusi dan diilhami oleh declaration of independence merasa berhak untuk menganggap Negara mereka merdeka sepenuhnya. Konstitusi-konstitusi dibuat untuk Negara bagian masing-masing. Peran kongres yang menjadi wakil dari Negara koloni semakin disampingkan. Oleh karena itu kongres membuat undang-undang tertulis pertama yang disebut Article of Confederation.

Article of Confederation berusaha mengatur kekuasaan Negara bagian, dan mulai memikirkan konsep pemerintahan yang terpusat. Namun, artikel tersebut masih memiliki banyak kelemahan. Terutama karena kongres tidak memilki lembaga eksekutif untuk menjalankan undang-undangnya. Maka artikel ini pun gagal.

Didasarkan atas kegagalan Article of Confederation, wakil-wakil Negara bagian mulai berkumpul untuk memikirkan bagaimana Amerika ke depan. Dimulailah usul untuk membentuk pemerintahan terpusat. Pada awalnya usul tersebut banyak penentangnya, namun pada akhirnya terbentuk pulalah Constitution of America yang menendai masuknya babak baru dalam pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA

Escher, Franklin. 1954. Dari Koloni Menjadi salah satu Negara terbesar: Sejarah Ringkas Amerika Serikat. Endang. Jakarta.

Ensiklopedia International. 1978. Lexicon Publication, Inc.

Garis-Garis Besar Sejarah Amerika.



ARTICLE OF CONFEDERATION HINGGA KONSTITUSI AMERICA (part 1)

A. Munculnya Article of Confederation

Setelah Revolusi Amerika berakhir pada tanggal 4 Juli 1776, maka koloni-koloni yang sebelumnya dikuasai Inggris berubah statusnya menjadi Negara bagian dari Negara Amerika. Kondisi ini didorong juga oleh Decalaration of Independence sebagai pernyataan Amerika sudah merdeka dari tangan Inggris. Pada tanggal 10 Mei 1776, Kongres telah mengeluarkan resolusi yang menganjurkan daerah koloni membentuk pemerintahan baru “yang diharapakan bisa memberikan yang terbaik untuk mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan bagi para pemilih mereka” (Garis Besar Sejarah Amerika: 92).

Dengan perjalanan waktu, Negara-negara bagian mulai membentuk konstitusinya masing-masing. Tujuan dari masing-masing konstitusi Negara bagian tidak jauh dari usaha perlindungan hak-hak yang melekat atau hak-hak asasi. Jadi, setiap .konstitusi dimulai dengan sebuah deklarasi atau pernyataan hak-hak asasi manusia. (Garis Besar Sejarah Amerika:93). Dalam waktu kira-kira setahun sejak deklarasi kemerdekaan hanya tiga Negara bagian yang belum menyususn konstitusi.

Dampak dari terbentuknya konstitusi di masing-masing Negara bagian adalah kepatuhan hukum hanya terhadap konstitusi Negara bagian masing-masing. Setiap rakyat dari Negara-negara bagian hanya mematuhi hukumnya masing-masing. Nasionalisme yang berkembang dan keinginan bersatu pada masing-masing koloni, serta semangant untuk mengorganisir diri menjadi suatu komponen setingkat Negara, membuat mereka mulai memupuk rasa identitas kolektif mereka sendiri. Sebuah kenyataan, bahwa Negara-negara bagian itu masih menganggap diri sebagai Negara sendiri-sendiri, mereka merasa curuga terhadap usaha mempersatukan diri (Escher, 1954:47). Masing-masing Negara bagian menjadi sebuah wilayah yang eksklusif.

Di tengah-tengah merebaknya rasa kecurigaan terhadap sebuah Negara yang bersatu, muncullah sebuah usaha dari kongres untuk mencairkan situasi kondisi yang mulai memanas. Pada bulan Maret 1781 kongres mengeluarkan UU tertulis pertama yang pasal-pasalnya berisi aturan-aturan dalam bidang pemerintahan nasional Amerika yang kemudian dikenal sebagai Article of Confederation. Adapun isi dari artikel tersebut memberikan kuasa kepada kongres untuk beberapa hal sebagai berikut:

1. Masing-masing Negara bagian memiliki kedaulatan, tiap Negara bagian memiliki satu suara dalam kongres tanpa memperdulikan luas wilayah dan jumlah penduduk.

2. Kongres tidak berhak memungut pajak, mengatur perdagangan dan ikut campur dalam usaha internal Negara bagian.

3. Kongres berhak menangani hubungan internasional luar negeri, mengumumkan perang dan perdamaian, membangun angkatan perang dan meminjam uang.

4. Keputusan kongres sah apabila disetujui oleh 2/3 anggota kongres.

5. Kongres berhak menangani dan menjadi hakim atas perselisihan anatara Negara bagian. kongres berhak mengeluarkan uang dan menentukan senat.

Ini merupakan kewajiban yang luas tujuannya dan mengenai nasib rakyat sebagai keseluruhan. Akan tetapi Negara, dalam hal ini kongres tidak mempunyai eksekutif untuk melaksanakan undang-undang yang disahkan kongres.

B. Kegagalan Article of Confederation

Article of confederation sendiri sebenarnya sangat lemah dan lamban. Setiap Negara bagian, tidak memandang besarnya wilayah ataupun jumlah penduduk, hanya dapat memiliki satu suara atau satu perwakilan dalam kongres. Suara yang sah menurut deklarasi adalah sembilan suara dari tiga belas suara, sedangkan untuk menghadirkan semua anggota kongres sangatlah sulit dalam tempat dan waktu yang sama.

Seperti telah disebutkan di atas, Negara dalam hal ini kongres tidak mempunyai badan eksekutif untuk melaksanakan undang-undang kongres. Apabila akan mengatur kehidupan penduduk Amerika orang seorang, maka Kongres sepenuh-penuhnya dihalangi oleh Negara-negara bagian. Badan perwakilan ini tidak bisa memaksa seorang warga Negara untuk membayar pajak atau memajukannya di depan pengadilan. Demikian pula Kongres tidak mempunyai kekuasaan untuk mengerahkan orang-orang yang sehat dan kuata badannya untuk menjadi tentara, tidak menjadi soal bagaimana amat diperlukannya mereka.

Dalam Article of Confederation, Negara-negara bagian diakui sebagai pemerintah yang merdeka dan berdaulat, dan apa yang ingin disumbangkan Negara bagian untuk kesejahteraan nasional adalah suatu soal yang akan diputuskan oleh badan-badan perwakilan mereka sendiri. Kondisi demikian membawa masalah baru. Kongres tidak bias mencegah Negara-negara bagian untuk mengeluarkan ber ton-ton uang kertas yang tidak berharga. Negara-negara bagian saling memungut cukai terhadap masing-masing barang. Perselisihan antar Negara bagian pun semakin menjadi.

Orang-orang beruang adalah yang paling banyak rugi, sebab orang-orang yang mempunyai obligasi mengalami bahwa apa yang dimilikinya turun nilainya sampai sepuluh sen pada setiap harga sedollar. Pengusaha pabrik terpaksa menghentikan usahanya, sebab tidak ada tarif nasioanal yang melindunginya terhadap saingan luar negeri. Pemilik-pemilik tanah di daerah-daerah baru tidak bias berjual beli tanah, tentara yang seharusnya melindungi tanah-tanah tersebut terlampau lemah untuk melindungi tanah beserta pemiliknya terhadap orang Indian.

Secara umum kelemahan Article of Confederation adalah sebagai berikut:

1. Pemerintahan nasional kurang mempunyai wewenang untuk menetapkan besarnya tarif yang diperlukan untuk mengatur perdagangan dan memungut pajak.

2. Terjadinya konflik dagang antar Negara bagian yang lain.

3. Terjadi kekacauan, karena begitu banyak jenis uang logam serta uang kertas nasional dari Negara bagian yang semuanya turun nilainya dengan cepat.

4. pemerintah pusat kurang mempunyai kendali atas hubungan internasional, banyak Negara-negara bagian yang langsung secara bebas mengadakan hubungan maupun perjanjian dengan Negara lain.

(bersambung ke part II)

M.S. Mitchel Vinco

Rabu, 21 Oktober 2009

NASIONALISME AGRESIF NAPOLEON... Bagian II

D. Nasionalisme Agresif Napoleon (1799-1813)

Revolusi Brumaire 1799 menjadi tonggak utama, yang kemudian melegitimasi nasionalisme agresif Napoleon ke berbagai penjuru Eropa. Revolusi Brumaire hanya dapat terjadi karena Napoleon Bonaparte sudah sangat masyur dan rakyat menaruh kepercayaan pada pemuda dari Corsica ini.[1]

Revolusi Perancis 1789 dengan panji-panji liberte, egalite dan fraternite telah diturunkan kibarnya, sedangkan demokrasi menjadi pertanyaan besar saat ini, saat seorang Jenderal besar yang masyur dengan kendaraan militer ekspansionisnya menjadi berkuasa di Perancis. Meskipun demikian, sorak-sorai rakyat tetap bergema menyambut hadirnya sang penakluk Eropa ini, dan untuk sementara mengaburkan kendaraan ”pembunuh” yang ditunggangi sang pahlawan Perancis tersebut.

Revolusi Brumaire merupakan revolusi yang dilancarkan oleh kaum militer terhadap revolusi yang pada mulanya dilancarkan oleh sipil. Itulah maksudnya bila dikatakan Revolusi Perancis dimulai oleh sipil tetapi kandas di tangan militer, yang semula ingin menghapus kediktaturan Louis XVI maka dengan berkuasanya Napoleon revolusi telah berputar haluan kediktratur yang lain lagi.[2]

Pada malam pertama sesudah Coup d’Etat itu, sebelum konstitusi baru direncanakan atau diusulkan, Napoleon menunjuk dua panitia untuk merencanakan buku undang-undang. Inilah tindakannya yang pertama dalam kediktatoran. Buku undang-undang ini akhirnya diterima dalam tahun 1804. Buku ini juga disebut Code Napoleon.[3]

Napoleon bertugas sebagai konsul utama hingga tahun 1804. berkat popularitasnya yang semakin menenjak, rakyat Perancis mengijinkannya mengubah konsulat itu menjadi suatu kekaisaran. Napoleon mengundang Sri Paus untuk memahkotainya sebagai Kaisar Perancis di Katedral Notre Dame di Paris 18 Mei 1804.[4] Maka dengan demikian, Napoleon mulai membangun Kekaisaran Perancis-nya di atas legitimasi nasionalisme, atas nama rakyat yang memujanya.

Setelah dipukul angkatan laut Inggris saat ekspedisinya ke Mesir 1798, Napoleon memang sibuk dengan urusan dalam negeri. Akibatnya tahun 1800 Rusia mulai memasuki kancah perebutan kekuasaan di Timur Tengah. Rusia dalam kekosongan konflik Perancis Inggris berhasil menganeksasi Georgia dan menduduki sela-sela strategis di pegunungan Kaukasus pada tahun 1800.[5]

Dengan masuknya kepentingan Rusia di Timur Tengah dan demi membendung kepentingan Rusia tersebut, Inggris mengadakan perjanjian damai dengan Perancis tahun 1802. Masa perdamaian dengan Inggris ternyata tidak melemahkan semangat ekspansionis Napoleon. Pada tahun-tahun damai digunakan Napoleon untuk memperkuat perkapalan Perancis. Semua galangan-galangan kapal di Eropa bekerja sekuat tenaga untuk mempersiapkan kapal bagi armada Napoleon.[6] Kebulatan tekad Napoleon untuk memperkuat angkatan laut merupakan indikasi untuk segera meletus kembali perang antara Perancis dan Inggris. Masa damai ternyata menjadi ”kedok” untuk mengumpulkan kekuatan dan kemudian melakukan revance.

Masih terkait dengan politik luar negeri, Napoleon membutuhkan pemasukan kas negara yang cukup besar untuk menunjang persiapan perang. Tahun 1803, Napoleon menjual tanah koloni Perancis di Amerika yaitu Louisiana kepada Amerika Serikat seharga 15 juta dollar Amerika. Selain untuk mengisi kas negara, penjualan ini juga untuk menutup kemungkinan Inggris untuk mendirikan koloni di Amerika.[7]

Tahun 1805 dimulailah gerakan ekspansi Napoleon. Dengan alasan harus mengalahkan Inggris dahulu baru jaminan kekuasaan di Eropa dan Asia dapat terlaksana, Napoleon dan armadanya merencanakan untuk langsung menyerang Inggris melalui Selat Dover. Pasukan-pasukan darat Perancis yang termasyur dan angkatan laut yang sudah dibangun dengan matang dikerahkan dan dipersiapkan di Boulogne untuk menyeberang menghancurkan Inggris.

Laut dan sosok Nelson – perwiwa angkatan laut Inggris yang mengalahkan Napoleon di Mesir – sepertinya menjadi momok menakutkan bagi pasukan Perancis. Pada tanggal 21 Oktober 1805, Nelson berhasil mengaramkan ambisi Perancis untuk menyerang Inggris. Armada gabungan angkatan laut Perancis dan Spanyol berhasil dihancurkan Nelson di dekat Teluk Trafalgar di pantai Selatan Spanyol.[8] Ini menjadi kekalahan kedua Pasukan Perancis di bawah pimpinan Napoleon terhadap pasukan Inggris di bawah komando Nelson. Ironisnya keduanya terjadi di laut.

Semangat militeristik Napoleon tidak redup begitu saja di Teluk Trafalgar. Di tahun yang sama (1805) Napoleon berhasil memenangkan pertempuran gilang-gemilang di Eropa daratan. Napoleon memukul tentara Rusia dan Austria di Austerlia (1805), tentara Prusia di Jena dan Auerstadt (1806) dan lagi tentara Rusia di Eylau dan Friedland (1807).[9]

Bagaimana dengan Inggris? Harus diakui Napoleon bahwa Inggris memang digdaya di lautan. Namun, tidak berarti Napoleon menyerah kalah terhadap Inggris. Masih terlalu awal bagi Panglima Corsica tersebut untuk kalah. Napoleon kemudian mengeluarkan kebijakan Stelsel Continental atau menutup semua pelabuhan di Eropa untuk Inggris.[10] Tidak ada yang boleh bagi negara-negara Eropa untuk berdagang dengan Inggris. Sekali lagi otoritas Napoleon tampak sangat dominan di Eropa, setelah sebelumnya berhasil ”memaksa” Paus untuk melantiknya sebagai Kaisar (1804).

Inggris untuk ketiga kalinya berhasil mengungguli Napoleon. Inggris membalas Stelsel Continental dengan mengepung perdagangan Eropa dari hubungan dengan wilayah Amerika dan benua lain di seberang samudera. Cara lain yang digunakan Inggris untuk melawan Napoleon adalah dengan memberikan emas kepada musuh-musuhnya dan kepada negeri-negeri netral. Selain itu propaganda juga dilakukan Inggris untuk menjelek-jelekkan pemerintahan Napoleon. Uang-uang palsu juga diselundupkan ke Eropa daratan untuk mengganggu keseimbangan ekonomi di sana.[11]

Meskipun selalu gagal memukul Inggris, Napoleon masih tangguh di daratan. Dalam tahun 1807 Napoleon menyerbu Portugal dan menaruh saudaranya Joseph Napoleon di atas tahta Spanyol (1808).[12]

Tahun 1809 Napoleon mempersiapkan kampanyenya yang terbesar dan yang akan menjadi awal kecelakaan strateginya, yaitu penyerbuan Rusia oleh ”La Grande Armee”(Tentara Agung).[13] Persiapanpun dilakukan hingga tahun 1812. dalam tahun 1812 Napoleon dan tentaranya yang berjumlah besar bergerak menyerbu Rusia. Ditaklukkannya tentara-tentara Rusia dan kemudian terus maju tanpa perlawanan berarti. Pasukan-pasukan Rusia terus menarik diri mundur, sementara pasukan Perancis terus merangsek maju dan akhirnya sampai di muka gerbang Moskow.[14]

Setelah Napoleon dapat mengatur pengepungan terhadap Moskow pada September 1812, angin dingin mulai berhembus yang menandai datangnya musim dingin. Pasukan Napoleon tidak siap dengan kondisi alam demikian, maka terjadi kekacauan di dalam pasukan Napoleon.[15] Di dalam Moskow sendiri, sudah muncul keputusasaan, Tsar Rusia sudah mau menyerahkan diri. Namun, disaat yang genting, Rusia menjalankan taktik membumihanguskan kota Moskow dan semua rute yang akan dilewati Napoleon.

Keadaan yang demikian, musim dingin dan taktik bumi hangus, membuat Napoleon mengambil keputusan untuk menarik pasukannya kembali ke Perancis. Perjalanan pasukan Napoleon ke Perancis justru membawa bencana yang sangat besar. Pasukan Perancis tersebut berjalan pulang dengan letih dan sulit menembus medan salju, sedangkan pasukan Rusia justru melakukan taktik gerilya selama perjalanan tersebut. Ribuan pasukan Perancis tewas, sedangkan yang masih bertahan harus berjalan dengan kaki membeku dan bengkak-bengkak.[16]

Napoleon kemudian meninggalkan tentaranya dan berlari ke Paris untuk mengerahkan segala kekuatan yang masih ada, tetapi Napoleon menderita kekalahan lagi di Leipzig (1813).[17] Inilah serangan terakhir yang bisa dilakukan Napoleon.

E. Akhir Kekuasaan Kaisar Napoleon

Selama sepuluh tahun Napoleon menjadi kaisar di Perancis, dan selama waktu itu pula Napoleon memburu ke seluruh Eropa, dengan perjuangan-perjuangan militer Napoleon merebut kemenangan gilang-gemilang. Segenap Eropa gentar mendengar namanya, memang Napoleon berhasil menjadi penguasa Eropa dan tidak ada yang seperti itu sebelumnya. Ulm, Austerlitz, Jena, Eylau, Friedland, Wagram, adalah nama-nama dari beberapa kemenangan yang termasyur di darat. Austria, Prusia dan Rusia semuanya runtuh di depan Napoleon. Spanyol, Italia, Belanda, sebagian besar Jerman, yang disebut confederasi sungai Rine, Poland sekarang disebut kerajaan Hertog Warshow, semuanya menjadi taklukan Napoleon.[18]

Ironis sekali, setelah kekalahan atau tepatnya kesalahan strategi di front Rusia, Napoleon juga dimusuhi oleh orang-orang yang dulu dekat dengannya. Merasa tidak ada peluang untuk bangkit, Napoleon turun dari tahta pada 11 April 1814. Napoleon mundur dari tahtanya dan dipaksa mengasingkan diri di Pulau Elba yang berbatu-batu.[19]

Nasionalisme militeristik yang dibawa Napoleon selama lima belas tahun akhirnya berakhir pada tahun 1814, seperti halnya Napoleon menumbangkan kekuasaan sipil tahun 1799. Mengapa hal demikian bisa terjadi?

”Menara mercusuar” yang dibangun Napoleon yang sempat menyilaukan daratan Eropa selama lebih dari satu dekade, sebenarnya dibangun dengan fondasi yang keropos. Fondasi keropos tersebut adalah nasionalisme semu dan ambisi Napoleon mendirikan imperium agung, seperti Karel Agung dan Caesar.

Memang anti klimaks agresi militer Napoleon adalah kesalahan strategi di front Rusia, tetapi sesungguhnya bibit kehancuran dinasti Bonaparte ini sudah dipupuk dan tumbuh sejak awal kekuasaannya. Kekalahan di depan kota Moskow hanyalah salah satu faktor yang mempercepat jatuhnya Napoleon beserta dinasti yang hendak dibangunnya. Tanpa itupun Napoleon sudah mengarahkan dirinya pada kekalahan.

Ada berbagai faktor yang menyebabkan berakhirnya kekaisaran Napoleon Bonaparte. Berbagai faktor ini saling terkait, oleh sebab itu tidak bolehlah kita menyederhanakan persoalan jatuhnya Napoleon dengan satu faktor dominan saja.

Faktor pertama adalah nasionalisme yang dikumandangkan Napoleon pada awal dimulainya kepemimpinannya atas Perancis. Nasionalisme yang dikumandangkan Napoleon tidak lebih merupakan nasionalisme semu, yang hanya menjadi alat legitimasi untuk melancarkan ekspansinya ke penjuru Eropa.

Setelah dinobatkan menjadi raja (1804) di Perancis, Napoleon tidak dapat mendasarkan kekuasaanya pada tradisi dan hak ke-Tuhanan, seperti raja-raja sebelumnya. Napoleon mesti mendasarkannya pada kecakapannya dan kemasyurannya di tengah-tengah rakyat, lebih-lebih kaum petani, yang semuanya memang menjadi penunjangnya yang setia, karena mereka merasa bahwa Napoleon telah menolong tanah-tanah mereka.[20] Tetapi kaum petani ini lambat laun merasa jemu juga dengan rhetorasi Napoleon yang mengobarkan panji-panji nasionalisme semu Perancis, mereka merasa jemu harus menyediakan putra-putra mereka untuk peperangan, yang hampir terus menerus terjadi. Kejemuan yang dipupuk terus menerus akhirnya membuat ”mercusuar” yang telah didirikan Napoleon dengan panji-panji nasionalisme mulai goyang.[21]

Napoleon tertarik dengan nasionalisme Perancis, bahkan menggunakannya dalam dasar kekuasaannya, akan tetapi Napoleon sendiri bukanlah nasionalis. Napoleon menyempurnakan negara kebangsaan dengan kekuasaan yang terpusat, dengan sistem undang-undangnya yang seragam, birokrasi dan pendidikan, akan tetapi Napoleon melakukan ini dalam semangat raja-raja abad ke-18. Napoleon bersedia menggunakan aspirasi-aspirasi nasional selama masih sesuai dengan sistemnya, tanpa mempunyai keinginan yang sungguh-sungguh untuk memuaskan rakyat.[22]

Napoleon memberi dorongan yang samar-samar kepada keinginan nasional Italia dan Polandia, akan tetapi Napoleon meletakkan kepentingan-kepentingan nasional itu di bawah kepentingan imperium dan dinastinya. Ambisi Napoleon bukanlah negara kebangsaan, bahkan bukan negara-negara kebangsaan yang diperluas, akan tetapi kebangunan kembali imperium Karel Agung dan Caesar.[23]

Dalam menaklukkan Eropa Napoleon selalu membawa semangat Revolusi Perancis. Rakyat-rakyat di negeri-negeri yang ditaklukan Napoleon, tidak benci terhadapnya bahkan menyanjungnya sebagai pembebas dari tangan-tangan feodal. Di Jerman Feodalisme disapu bersih. Di Spanyol dihabiskannya mahkamah agama. Tetapi semangat kebangsaan yang secara tidak sadar turut dibangunnya dalam negeri-negeri itu, mulai berpaling kearahnya dan akhirnya menaklukkan Napoleon. Napoleon memang dapat mengalahkan raja-raja feodal di eropa, tetapi Napoleon tidak berhasil menguasai rakyat-rakyat yang berdiri melawannya.[24]

Demikianlah bangsa Spanyol bangkit menentang Napoleon. Rakyat Jerman juga mengadakan organisasi di bawah seorang patriot besar, Baron von Stein, yang kemudian menjadi musuh Napoleon yang tidak terkalahkan. Kemudian datanglah perang kemerdekaan Jerman. Demikianlah nasionalisme yang yang telah dibangkitkan Napoleon sendiri bergabung dengan kekuatan Inggris di laut, menyebabkan kejatuhannya.[25]

Faktor kedua adalah kolusi yang dilakukan Napoleon terhadap para saudaranya lelaki maupun perempuan, meskipun mereka sebenarnya tidak memiliki kemampuan yang cakap. Faktor ini disebabkan karena Napoleon berambisi membangun sebuah imperium dimana keluarga Napoleon yang berkuasa. Orang-orang terdekatnya ini, awalnya diharapkan Napoleon untuk mendukung kekuasaannya, tetapi dikemudian waktu merekalah yang bermain mata dengan para musuh Napoleon. Termasuk istri keduanya Maria Louise puteri maharaja Hapsburg dari Austria.

Saudara-saudaranya yang lain bodoh dan sia-sia, tetapi Napoleon tetap menjadikan mereka raja-raja dan pengendali pemerintahan. Hampir setiap saudara-saudaranya berlaku palsu kepada Napoleon dan meninggalkan Napoleon dalam waktu kesukaran. Satu-satunya saudaranya yang sopan adalah Lucien, yang telah membantu Napoleon dalam keadaan genting selama Coup d’Etat tahun 1799, tetapi akhirnya juga bertengkar dengan Napoleon dan menarik diri ke Italia.[26]

Faktor ketiga adalah penghianatan menteri-menteri dalam pemerintahannya terhadap Napoleon. Beberapa dari para menterinya sendiri berkhianant padanya; Talleyrand bersekongkol dengan Tsar Rusia, Fouche dengan Inggris. Napoleon mengetahui bahwa mereka berkhianat, tetapi ajaib, Napoleon hanya menyalahkan mereka dan mengijinkan terus menjadi menteri. Salah satu Jenderalnya, Bernadotte menentang dan menjadi musuh Napoleon.[27]

Akibat dari berbagai faktor tersebut, Napoleon menjadi pemimpin yang sangat diktator, banyaklah orang yang dipenjara dengan tidak diperiksa terlebih dahulu. Nyatalah bahwa pamor Napoleon sedang dimasa krisis. Selain itu penyakit kankerpun mulai menyerangnya di tahun 1812. Berbagai faktor tersebut semakin mempercepat jatuhnya Napoleon dengan didorong faktor keempat yaitu kekalahan La Grande Armee di depan kota Moskow, Rusia. (M.S. Mitchel Vinco/ Makalah pada Kuliah Sejarah Eropa)


[1] Jawaharlal, op.cit, hlm.80.

[2] Adisusilo, J.R.(Ed), op.cit, hlm.30.

[3] Ibid, hlm.81.

[4] Yenne, op.cit, hlm.98-99.

[5] Polak J.B.A.F, Sejarah Dunia Modern, Denpasar, Gunung Agung Bali, 1975, hlm.121.

[6] Idem.

[7] Howard Cincotta (Ed), Garis Besar Sejarah Amerika, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, 1994. hlm. 117. lihat juga Polak, op.cit, hlm.121.

[8] Jawaharlal, op.cit, hlm.83. lihat juga Polak, op.cit, hlm.122.

[9] Polak, op.cit, hlm.122.

[10] Idem. Lihat juga Jawaharlal, op.cit, hlm.83.

[11] Jawaharlal, op.cit, hlm.83.

[12] Polak, op.cit, hlm.123.

[13] Ibid, hlm.124.

[14] Jawaharlal, op.cit, hlm.86.

[15] Yenne, op.cit, hlm. 99.

[16] Jawaharlal, op.cit, hlm.87.

[17] Polak, op.cit, hlm.124.

[18] Jawaharlal, op.cit.hlm.82.

[19] Ibid, hlm.87.lihat juga Yenne, op.cit,hlm.100.dan juga Polak, op.cit, hlm.124.

[20] Jawaharlal, op.cit, hlm.82.

[21] Idem.

[22] Hans Kohn, op.cit.hlm.39.

[23] Idem.

[24] Jawaharlal, op.cit, hlm. 84.

[25] Idem.

[26] Ibid, hlm.85.

[27] Ibid, hlm.86.

NASIONALISME AGRESIF NAPOLEON BONAPARTE (1799-1814) Bagian I

A. Napoleon “Si tangguh” dari Corsica

Napoleon Bonaparte lahir dalam tahun 1769 di pulau Corsica, yang menjadi bagian Perancis. Napoleon sebenarnya campuran Corsica, Perancis dan Italia. Dia dilatih di sekolah militer di perancis, dan selama revolusi menjadi anggota golongan Jacobin.[1] Ambisi Napoleon muda mulai terlihat di sini, apalagi setelah diketahui bahwa Napoleon menggabungkan diri dengan orang-orang Jacobin, semata-mata untuk memajukan kepentingan dan kemajuannya sendiri, dan bukanlah karena percaya dalam cita-cita mereka. Dikemudian hari ketidakterikatan Napoleon terhadap suatu partai politik, menyebabkan Napoleon dengan leluasa menerapkan sistem politiknya. Bahkan ketika harus membentuk pemerintahan koalisi (1795) dengan ”muntahan peluru untuk rakyat” dan di lain saat harus membubarkannya pada November 1799. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan revolusi Brumaire, sekaligus menjadi starting point berkuasanya Napoleon di Perancis secara mutlak..

Kembali ke masa mudanya, pada tahun 1793 saat berusia 24 tahun, Napoleon menang untuk pertama kalinya dalam pertempuran di Toulon. Pemberontakan Toulon merupakan penghianatan orang-orang kaya yang merasa dirugikan oleh revolusi Perancis. Orang-orang kaya ini mengundang dan meminta perlindungan dari tentara Inggris, perbuatan tersebut tentu menjadi bencana bagi Perancis yang baru memulai pemerintahan sipilnya sejak 1789.

Napoleon kemudian membinasakan kaum pemberontak itu dan mengalahkan pasukan Inggris di Toulon oleh serangan yang amat ulung. Bintangnya mulai gemerlapan sekarang, dan pada usia 24 tahun Napoleon menjadi Jenderal.[2]

B. Pemerintahan Teror Jacobin (1793-1794)

Di dalam negeri Perancis – diwaktu Napoleon sibuk dengan perang-perang diluar – terjadi pergolakan antara golongan-golongan, terutama golongan Gerondin[3] dan Jacobin.[4] Tahun 1793, pada tanggal 21 Januari, kaum Gerondin disingkirkan dari puncak pemerintahan oleh golongan Jacobin. Di waktu yang sama Raja Perancis juga dibunuh oleh golongan Jacobin. Naiknya Jacobin sebagai golongan tertinggi di pemerintahan tidak serta merta membawa perbaikan. Usaha memperbaiki ekonomi dan masalah-masalah dalam negeri lainnya ternyata mengalami kesulitan.

Pada pemerintahan Jacobin, semangat revolusi memang berhasil untuk menangkis lawan-lawan yang datang dari luar – dibuktikan dengan kemenangan Napoleon di Toulon – namun gagal mengatasi kesulitan-kesulitan dalam negeri yang diperburuk oleh gerakan-gerakan kontra revolusi yang dilancarkan oleh sisa-sisa Gerondin lainnya.[5] Akibatnya banyak sekali pemberontakan, pembangkangan dari pemerintah daerah terhadap pemerintahan pusat di Paris antara tahun 1793-1794.

Pertentangan dalam dewan Konvensi dan antara golongan-golongan memaksa Robespierre pemimpin Jacobin menerapkan pemerintahan teror. Kebijakan ini diawali dengan dibentuknya Panitia Keselamatan Umum dan disusul dengan Komite keamanan Umum pada bulan agustus 1793. Kedua lembaga inilah yang kemudian melakukan teror, terutama bagi lawan-lawan politik Jacobin.

Mulai bulan april hingga Juli 1794 puluhan ribu ’musuh revolusi” dari kalangan bangsawan, pejabat gerejani, kaum royalis, Gerondin, bahkan Jacobin seperti Danton, Roland, diajukan ke depan Pengadilan revolusioner serta di kirim ke tiang guillotin.[6] Kondisi demikian telah menghancurkan sendi-sendi demokrasi dan hak asasi yang diperjuangkan sejak revolusi Perancis tahun 1789. Situasi itulah yang mendorong militer untuk turun tangan dengan melakukan kudeta.

Jenderal Hanriot, Panglima militer dari distrik kota Paris menangkap Robespiere dan ”dedengkotnya” tanggal 27 Juli 1794 dan kemudian pada tanggal 28 Juli langsung dijatuhkan hukuman guillotin oleh Dewan Konvensi.

Bermula dari tahun 1794 inilah, campur tangan militer mulai mangambil peran besar di dalam negeri Perancis. Pada awalnya campur tangan militer hanya untuk menstabilkan kondisi politik yang sudah sangat ekstrim gerakannya. Hal itu pula yang diingini rakyat Perancis kebanyakan, yang merasa dirugikan dan terancam oleh gerakan ekstrim penguasa, sehingga melegitimasi kudeta militer 1794 di Paris, Perancis. Analisis ini juga sesuai pendapat Crane Brinton, dalam bukunya Anatomi Revolusi (terjemahan), yang mengatakan ”dalam revolusi-revolusi ini golongan radikal pada satu hal mewakili atau melaksanakan apa yang dikehendaki oleh jiwa, kemauan, semangat bangsa-bangsa mereka masing-masing”[7]

Golongan ekstrimis, dalam hal ini gerakan ekstrim dari militer, mendapat kemenangan oleh karena mereka memegang pengawasan terhadap pemerintahan tidak sah (Golongan Girondin, royalis dan bangsawan) dan kemudian merubahnya dalam suatu coup d’etat yang menentukan, atas pemerintahan yang sah (Jacobin).[8]

C. Dewan Directoire hingga Revolusi Brumaire (1795-1799)

Segera setelah Coup d’etat Jenderal Hanriot, Dewan Konvensi sebagai lembaga legislatif segera mempersiapkan Konstitusi baru. Pada bulan oktober 1795, lima belas bulan kemudian, rapat nasional dibubarkan dan sebuah majelis terdiri dari lima anggota menjadi pengendali pemerintah.[9] Pemerintahan itu kemudian disebut Dewan Direktoire. Di antara kelima direktur tersebut adalah Abbe Seiyes, Henriot dan Napoleon Bonaparte, namun Napoleon masih sibuk di medan perang menghadapi koalisi.[10]

Perancis mengalami guncangan berat di dalam negeri. Pemerintahan apapun, dari golongan manapun, akan sulit menstabilkan situasi di Perancis. Dewan Direktoire mengalami nasib serupa. Kendaraan militer yang mereka bawa tidak mengurungkan perlawanan dari pihak oposisi yang dipimpin sisa-sisa kaum royalis dan Jacobin.

Konstitusi baru yang mencoba menghapuskan pemerintahan diktatur tidak mendapat sambutan positif dari rakyat dan justru di bawah hasutan kaum royalis, mereka melancarkan pemberontakan Oktober 1795.[11] Kejadian itu akhirnya mampu ditumpas oleh seorang jenderal muda dari tentara republik, Napoleon Bonaparte, yang berani menembaki khalayak Perancis.[12] Hanya dengan ketegasan militeristik Napoleonlah pemberontakan tersebut dalam waktu singkat dapat dipadamkan.

Dari dalam negeri, kita beralih ke font lain di luar negeri. Seperti diungkapkan di awal, kondisi dalam negeri yang kacau ternyata tidak memberi dampak berarti pada politik luar negeri. Perancis dengan panji-panji nasionalisme menancapkan cakar-cakar pengaruhnya di berbagai sudut daratan Eropa. Gerakan ekspansif tersebut dipimpin oleh pemuda dari Corsica yang kita kenal, yaitu Napoleon Bonaparte. Meskipun menjabat sebagai salah seorang dari Dewan Directoire, Napoleon tidak dapat meninggalkan nalurinya sebagai seorang militer yang haus kekuasaan.

Dalam tahun 1896 Napoleon menjadi panglima tentara Italia dalam ekspansi ke Italia Utara. Bangsa-bangsa Eropa dikejutkan dengan kemenangan gilang gemilang Napoleon di Italia Utara tersebut.[13] Setelah memenangi pertempuran di Italia Utara dan mengalahkan Austria di sana dan menghabiskan republik purba Venesia, dia kembali ke Paris sebagai pahlawan besar yang telah mengadakan rebutan-rebutan yang membanggakan. Pada waktu itu Napoleon sudah mulai menguasai Perancis dengan karisma dan popularitasnya.[14]

Pasca kemenangan di Italia Utara, Napoleon belum tertarik untuk duduk sebagai pemimpin Perancis. Namun, saat itu saja karismanya sudah dapat mempengaruhi hampir seluruh rakyat Perancis. Tampaknya hanya menunggu waktu saja, Napoleon akan menjadi orang nomer satu di Perancis. Meskipun demikian ada satu keinginan yang ingin dicapainya dahulu, yaitu menguasai Mesir, wilayah yang sangat dipuja Napoleon dari masa kanak-kanaknya.

Mesir pada waktu itu menjadi bagian dari kemaharajaan Turki Ottoman yang sedang merosot, akibatnya yang mengendalikan Mesir adalah orang-orang Mameluk atas nama Sultan Turki. Napoleon sebagai ahli dalam peperangan di darat dengan mudah dapat menaklukan Mesir. Tetapi ternyata kedigdayaan Napoleon di darat tidak diimbangi kekuatan laut yang cakap. Sedangkan Inggris mempunyai perwira-perwira laut yang tangguh seperti Nelson. Akibatnya sudah dapat dikira, Napoleon terisolasi dari hubungan dengan Perancis karena laut dikuasai Inggris.

Meskipun Napoleon memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang di Mesir, ekspedisi ke Timur ini dapat dikatakan gagal. Oleh karena itu, Napoleon kembali ke Perancis dan mengurbankan Mesir.[15]

Di dalam negeri Perancis, pemerintahan koalisis Thermidor tidaklah berjalan lancar karena krisis pangan antara tahun 1795-1797 menimbulkan inflasi besar-besaran, harga melonjak tak terkendali, kerusuhan meluas di kota-kota Perancis sehingga bahaya perang saudara mengancam.[16]

Dalam kondisi seperti ini Napoleon yang sebelumnya ada di Mesir segera bergegas pulang dan dengan dukungan penuh dari militer, Dewan Direktoire dibubarkan di Brumaire bulan November 1799. Peristiwa ini dekenal dengan Revolusi Brumaire. Dengan kudeta tersebut Napoleon mendirikan pemerintahan Konsuler, yang terdiri dari tiga orang. Dalam kenyataan Napoleon menjadi konsul utama dan menjadi penguasa tunggal sejak tanggal 15 Desember 1799.[17][18] (M.S.Mitchel Vinco/ Makalah pada kuliah Sejarah Eropa)


[1] Jawaharlal Nehru, Lintasan Sedjarah Dunia II, Djakarta, Balai Pustaka, 1951, hlm.76.

[2] Ibid, hlm.77.

[3] Golongan Gerondin merupakan salah satu wadah kaum nasionalis, menghimpun kaum borjuis, pedagang, industrialis, mempunyai kedudukan ekonomi yang kuat, juga menguasai parlemen-parlemen di berbagai kota di Perancis. Tokoh gerondin: Brissot, Roland, Concordet. Adisusilo. J.R., Kapita Selekta Sejarah Eropa Abad XVIII-XIX, Yogyakarta, Univeersitas Sanata Dharma, 1998, hlm. 41.

[4] Golongan Jacobin merupakan perkumpulan kaum buruh dan petani, bersifat radikal dan ekstrim. Sudah beberapa kali melakukan pemberontakan tahun 1780 sampai 1785-an. Tokohnya: Robespierre dan Petion. Selain Gerondin dan Jacobin terdapat juga golongan Cordellier (kaum terpelajar dan teknokrat) dan kaum konstitusionalis. Ibid.hlm.41.

[5] Adisusilo, J.R. (Ed), op.cit., hlm. 28-29.

[6] Ibid. hlm.29.

[7] Crane Brinton, Anatomi Revolusi, Djakarta, Bhratara, 1962, hlm.182.

[8] Ibid, hlm.179-180.

[9] Jawaharlal, op.cit, hlm.67.

[10] Adisusilo, J.R.(Ed), op.cit, hlm.30.

[11] Idem.

[12] Jawaharlal, op.cit. hlm.67.

[13] Ibid, hlm.77.

[14] Ibid, hlm.78.

[15] Ibid, hlm.79.

[16] Adisusilo, J.R.(Ed), op.cit, hlm.30.

[17] Idem.

[18] Idem.

Senin, 17 Agustus 2009

20 Mei 1908: Diingat, Ditemukan, Ditemu-ciptakan

Bernard Lewis, sejarawan “otoritatif” kajian Sejarah Timur Tengah dari Princenton University, USA, mengungkapkan tiga ragam sejarah yang selama ini eksis di masyarakat, yaitu: 1) sejarah sebagaimana yang diingat (remembered), 2) sejarah sebagaimana yang ditemukan kembali (recovered), dan 3) sejarah sebagaimana yang ditemu-ciptakan (invented).

Tulisan ini akan mengkaji Sejarah Awal Kebangkitan Nasional Indonesia, yang terkait Budi Utomo, menggunakan ketiga jenis sejarah di atas. Namun, sebelumnya akan dibahas pengertian singkat jenis-jenis sejarah tersebut.

Sejarah jenis pertama oleh para antropolog dan sosiolog biasa disebut memori kolektif, yang menjadi identitas dan nilai bersama di dalam masyarakat penghayatnya. Sejarah jenis ini berdasarkan ingatan yang diturunkan antar generasi dan menjadi keyakinan yang tidak mudah berubah. Sejarah jenis ini dapat dilihat dari upacara peringatan atau selebrasi terhadap peristiwa masa lalu.

Sejarah jenis kedua merupakan penemuan masa lalu, berdasarkan jejak-jejak peristiwa yang ditemukan dan dirangkai melalui cara kerja ilmiah. Karena yang berusaha disusun kembali adalah jejak-jejak masa lalu yang tidak utuh, maka dalam rekontruksinya, suka tidak suka, sejarawan akan masuk ke sejarah jenis ketiga.

Sejarah yang ditemu-ciptakan (invented) merupakan sejarah yang ditulis dengan tujuan tertentu. Sejarah jenis ini dimungkinkan terjadi karena pemalsuan dan penyingkiran sumber sejarah, tetapi juga karena semangat subyektif sejarawan yang tergambar dalam karyanya. Sejarah jenis ketiga ini, tidak bisa dihindari maupun dihilangkan, karena dalam penelitian sejarah proses interpretasi terhadap sumber sejarah mendayagunakan penciptaan dan imajinasi.

Dalam memahami ketiga jenis sejarah tersebut, agar tidak terjadi kesalahan pemahaman, perlu dikemukakan pendapat sejarawan senior Indonesia, Taufik Abdullah, seketika kata sejarah disebut maka dua pengertian akan tampil – “hasil rekontruksi peristiwa di masa lalu” dan “sebuah sistem keilmuan untuk merekontruksi peristiwa di masa lalu”. Dengan demikian sejarah dapat menjadi alat perjuangan, penanaman nilai-nilai hidup, selama tata cara keilmuan dijalankan. Seperti kata Sartono Kartodirjo, ”penulisan kembali biasa dilakukan, karena penemuan fakta-fakta baru, atau sejarawan membuat interpretasi baru terhadap fakta yang sudah ada berdasarkan kerangka teoritik konseptual dan jiwa jaman yang baru”.

Kebangkitan Nasional: Yang Diingat
Setiap tahun, pada tanggal 20 Mei, masyarakat Indonesia merayakan hari Kebangkitan Nasional. Pada tahun 2008 lalu, bertepatan 100 tahun peringatan Kebangkitan Nasional, dirayakan besar-besaran di Gelora Bung Karno. Semangat berkobar-kobar pun diserukan, bahwa Indonesia harus bangkit dari keterpurukan dan semua itu bisa dilakukan. Menurut Putu Wijaya dalam kolom Bahasa! Majalah Tempo 27/10 – 2/11 tahun 2008, acara demikian merupakan “kegiatan seremonial dan terapi psikologis untuk mengatasi segala kegalauan”. Demikian pula bila menelusuri munculnya perayaan hari kebangkitan pada awalnya.

Memori kolektif mengenai kebangkitan nasional dimulai atas prakarsa pemerintah Indonesia pada tahun 1948, di saat negara baru diproklamasikan tahun 1945, sedang mengalami ancaman serius dari kekuatan kolonial Belanda yang ingin kembali. Presiden, Wakil Presiden dan para tokoh RI yang lain merayakan hari lahirnya Budi Utomo, 20 Mei 1908, sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Secara eksplisit para tokoh bangsa ingin mengatakan, bahwa perjuangan mendapatkan kemerdekaan bangsa sesungguhnya telah bermula sejak empat puluh tahun yang lalu (1908). Dengan panjang waktu demikian, kemenangan atau mempertahankan kemerdekaan yang sudah lama dibangun adalah suatu kemestian.

Kebangkitan Nasional: Yang Ditemukan
Sejarah yang ditemukan terkait dengan kerja-kerja sistematis dalam menemukan sumber sejarah, sehingga masa lalu yang awalnya gelap menjadi terang. Dari penelitian para sejarawan dapat disebutkan tentang berdirinya organisasi-organisasi pergerakan nasional. Diawali dari catatan Taufik Abdullah mengenai pertemuan ide antara dr. A. Rivai dan dr. Wahidin Soediro Hoesodo mengenai perlunya organisasi para “kaum muda”. Dalam perjalanan mengelilingi Pulau Jawa menyebar gagasan, pada akhir 1907, dr. Wahidin bertemu dengan Sutomo, pelajar STOVIA di Jakarta. Hari Rabu, 20 Mei 1908 di Gedung STOVIA, Jakarta, Budi Utomo didirikan. Setelah perdebatan yang panjang mengenai corak Budi Utomo, Pengurus Besar membatasi jangkauan gerakan Budi Utomo kepada penduduk Jawa dan Madura, dengan bidang kegiatan pendidikan dan budaya, serta tidak melibatkan diri dalam politik. Tujuan Budi Utomo tergambar melalui slogannya, pada awalnya “kemajuan bagi Hindia”, “perjuangan untuk mempertahankan penghidupan” dan akhirnya menjadi “kemajuan secara serasi”. Pada akhir tahun 1909 Budi Utomo telah mempunyai cabang di 40 tempat dengan jumlah anggota kurang lebih 10.000 orang.
Pada tahun 1911 berdiri perkumpulan Sarekat Islam di Solo, yang kemudian berkembang pesat hingga anggotanya mencapai angka jutaan. Pada tahun 1912 berdiri juga Indische Partij, yang tidak membatasi keanggotaannya berdasarkan suku bangsa dan agama, melainkan terbuka bagi mereka yang terlahir di tanah Hindia. Kedua organisasi ini kemudian mengambil gerakan non kooperatif terhadap penguasa kolonial. Setelah Budi Utomo, Sarekat Islam dan Indische Partij, organisasi pergerakan mulai banyak bermunculan. Sebelum Budi Utomo pernah berdiri organisasi Priyayi Jawa dengan nama Sarikat Priyayi, namun organisasi belum berbentuk organisasi modern.

Kebangkitan Nasional: Yang Ditemu-ciptakan
Sejarah jenis ini muncul karena kebutuhan akan sejarah yang berarti bagi sejarawannya sendiri, masyarakat, bahkan bagi penguasa/negara. Dengan demikian, dari sejarah yang ditemukan (recovered) ditarik hubungan-hubungan sebab akibat yang berpengaruh terhadap masa sekarang dan masa depan individu, kelompok atau lembaga bersangkutan.

Kebangkitan Nasional merupakan hasil dari sejarah yang ditemu-ciptakan (invented). Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij pada masa berdirinya tidak dapat mengklaim “dirinya” sebagai pembangkit gerakan nasional menuju Indonesia merdeka. Istilah Kebangkitan Nasional diberikan kemudian, ketika dapat dilihat hasil benih-benih perjuangan mereka, yaitu lahirnya golongan terpelajar yang mampu berjuang melalui organisasi kooperatif maupun non kooperatif dengan hasil proklamasi 17 Agustus 1945.

Pemilihan kata “Kebangkitan Nasional” dapat dimengerti jika melihat perjuangan setelah 20 Mei 1908 yang menggunakan metode pergerakan atau organisasi. Berbeda dengan cara perang fisik yang bersifat kedaerahan dan sangat bergantung pada karisma tokoh tertentu. Dengan kata lain, kata “bangkit” digunakan sebagai ungkapan untuk meninggalkan cara perjuangan lama yang dikemudian hari dinilai tidak efektif.
Mengenai Budi Utomo yang gerakannya terbatas pada orang Jawa dan Madura, dapat dikatakan sebagai etnonasionalisme dan merupakan proses awal penyadaran diri terhadap identitas bangsa. Perlu dicatat pada masa itu bangsa Indonesia belumlah tergambar, melalui Indische Partij konsep tersebut digaungkan. Barulah pada 1923 Manifesto Politik Perhimpunan Indonesia di Belanda menggunakan istilah kemerdekaan Indonesia. Lima tahun kemudian para pemuda mengucapkan Sumpah Pemuda 1928.

Pemaparan mengenai ragam sejarah di atas harus dilihat sebagai kesatuan. Bermula dari yang diingat, kemudian dicari dan ditemukan melalui metode yang ilmiah. Penemuan tersebut melalui seleksi nilai-nilai akan menjadi yang berarti dan tidak berarti. Meskipun demikian tetap saja yang tidak berarti pada dasarnya berarti bagi manusia. Realitas inilah yang terjadi, seleksi-seleksi tersebut akan muncul meski tidak disadari. Dalam ilmu sejarah hal ini disebut intersubyektifitas. Akhirnya sejarah yang berarti akan diingat dan ditanamkan antar generasi.

Perayaan Kebangkitan Nasional bagi masyarakat dan bangsa Indonesia tentu saja sangat berarti. Diawali Kebangkitan Nasional-lah rakyat Indonesia diantar ke depan pintu gerbang kemerdekaan. Kisah tentang pergerakan awal para tokoh bangsa, mampu mengobarkan semangat juang ketika Belanda kembali ke Indonesia melalui agresi militer. Namun, setelah semua itu usai, masih berartikan kisah awal Pergerakan Nasional bagi kita? Jika iya, mari kita kenang peristiwa tersebut dengan menjadikannya cambuk semangat dan inspirasi bagi kebangkitan kita dan bangsa Indonesia. Karena sejarah bukanlah sebuah paksaan, sejarah merupakan proses dialog antara kita dengan jejak-jejak dari masa lalu.

M. S. Mitchel Vinco
Sejarawan dan Pendidik