Sabtu, 23 Januari 2010

American Dreams: Ketika Amerika Serikat Bermimpi (Bagian I)


Pada abad 21 sekarang ini, siapa yang tidak mengenal Amerika Serikat atau United State of America (USA)? Bahkan saat ini menjadi lazim, pemuda-pemudi dari seantero negeri menjalankan budayanya dengan kiblat ke Amerika bagian Utara tersebut. Lihat saja MTV (Music Television) yang sangat digemari anak muda Indonesia, atau acara lain seperti American Idol, Fear Factor dan acara dari negara Paman Sam tersebut. Jika ingin ditelaah, gaya busana casual atau santai seperti celana jeans dan kaos oblong merupakan gaya asli Amerika Serikat, yang berkembang di sekitar tahun 1960-1970. Apa yang tidak ”Amerika” saat ini?
Di satu sisi di negara yang mengakui penjunjung HAM ini juga terjadi beberapa peristiwa yang memilukan, gambaran sebuah kebebasan yang kebablasan. Masih hangat dalam memori kita peristiwa tewasnya mahasiswa program doktoral teknik sipil Universitas Virginia asal Indonesia, Partahi Lumbantoruan, 34 tahun di Virginia, USA. Sang penembak, Cho Seung-Hui adalah orang Korea, namun lahir dan beasr di Amerika Serikat. Betapa Kedigdayaan Amerika pun ada celahnya.
<span class="fullpost">
 

Amerika Serikat memang harus diakui telah menjadi salah satu ”raksasa” dunia dalam berbagai bidang. Dalam bidang ekonomi, negeri yang menganut sistem kapitalisme ini, sudah memiliki pasar di berbagai belahan dunia. Dalam bidang pertahanan/militer, sudah tidak perlu diragukan lagi, sejarah mencatat bahwa Amerika Serikat adalah jagoannya dari kecanggihan teknologi militer dan pasukan militer khususnya. Dalam bidang sosial, Amerika Serikat merupakan negara yang sangat makmur dan sejahtera, jaminan sosialnya jelas diatur hukum dan mendapat priorotas utama, demikian pula dengan pendidikan dan kesehatan.
Meskipun demikian, sebagai sebuah negara bangsa, Amerika memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang dan cukup menarik. Bila dalam pengertian kesadaran sejarah, bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan hasil dari masa lalu dan akan membentuk masa depan. Maka, perubahan yang sejati mengandaikan adanya sesuatu yang tetap sama, yang dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk mengukur perubahan. Dengan demikian dapat dipastikan, Amerika Serikat bila dikaji secara historis akan tampak nilai-nilai sejati dari bangsa ini. Nilai-nilai yang disatu saat menjadi mimpi atau angan-angan, tetapi di satu sisi mampu menjadi arah dan kompas dalam perjalanan Amerika Serikat. American Dreams demikianlah nilai-nilai tersebut dikenal.
Mengapa dreams? Mengapa bermimpi? Tidak jelas mengapa digunakan kata dreams. Namun, menurut kami hal tersebut merupakan ungkapan romantisme, agar mimpi tersebut dapat selalu dihayati dan selalu dikejar. Mimpi bukanlah sekedar ”bunga tidur” saja. Mimpi adalah tujuan, keinginan tertinggi setiap individu, dalam hal Amerika Serikat adalah mimpi sebuah bangsa. Bukankah “sesuatu yang mungkin merupakan sesuatu yang tidak mungkin  tapi belum terwujudkan”. Dan “ Masa depan adalah milik mereka yang percaya keindahan mimpinya “.
American Dreams mewarnai perjalanan sejarah Amerika Serikat hingga saat ini. Ketika masih menjadi koloni, perang kemerdekaan, perang dunia hingga Amerika Serikat menjadi polisi dunia. Walaupun dibatasi dengan batasan waktu yang panjang, American Dreams tetap menjadi mimpi rakyat Amerika Serikat. Mungkin hal tersebut yang membuat Amerika Serikat sebagai sebuah negara menjadi begitu kokoh pendiriannya. Apakah Indonesia harus mencoba untuk merumuskan mimpinya? Mimpi yang dihayati dan didambakan setiap insan dari penghuni Zamrud Khatulistiwa. Harus diakui, angan-angan tentang Indonesia yang ideal saat ini semakin sirna, ada yang melupakan, ada yang masih memegang teguh, ada pula yang ”amnesia”.
A. Pengertian American Dreams
Tidak banyak literatur yang memberi definisi American Dreams secara ilmiah. Namun, dalam wacana umum, American Dreams memang adanya. Setidaknya itulah yang tertulis di surat kabar cetak maupun elektronik. Pada kajian budaya juga tersirat apa itu American Dreams. Perlu dicatat memang tidak secara tersurat terdapat definisi American Dreams.
Demikianlah yang dapat ditemukan mengenai definisi American Dreams: American Dream, atau "mimpi orang Amerika" (dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia, dream berarti bermimpi) dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memperdulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah "kota di atas bukit" (atau city upon a hill"), "cahaya untuk negara-negara" ("a light unto the nations"), yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.
Prinsip dasar berkebangsaan Amerika adalah ”The right to life, liberty and the pursuit of happiness”. ”Life, liberty, and happiness” itulah tujuan buat apa Amerika didirikan. Untuk mencapai mimpi itu, seorang Amerika harus memiliki ”otonomi” (individual autonomy), kebebasan individual yang besar sehingga ia mampu bersaing di masyarakat. Dengan cara begitu, ia akan merasa aman dalam mengarungi kehidupan.
Pandangan berbeda tentang American Dreams diberikan sebagai berikut: “The American dream dengan segala materialisme, konsumtifisme, hedonisme, dan liberalisme-nya telah membius banyak orang, dan memicu terjadinya gelombang kaum imigran. Sebagian berhasil meraih impian itu, sebagian tidak.”
Kiranya beberapa pandangan di atas harus digunakan pada waktu yang tepat. Pada pembahasan ini akan dibahas American Dreams yang terdiri dari: past dream, nation dream dan contemporer dream. Past berasal dari bahasa Inggris yang berarti: telah lalu; telah lampau; dahulu; lalu. Past dream dapat berarti mimpi tentang masa lalu, dalam hal ini berarti mimpi orang-orang Amerika Serikat di masa lalu. Periodenya dapat disepakati sejak masa kolonisasi hingga awal Perang Dunia ke-2. Mengapa mengambil periode tersebut? Menurut kami periode sekitar abad 18 hingga akhir paruh abad ke 20 merupakan periode khas, yang mempunyai kesamaan dalam perjalanannya, namun berbeda dengan periode dewasa ini atau contemporer. Bagaimana persamaan dan perbedaannya?akan dibahas selanjutnya. Sebelumnya baiklah disepakati pula mengenai contemporer dream.
Contemporer berasal dari kata contemporary yang berarti: sewaktu; yang hidup dalam waktu yang sama. Contemporer dream dalam Americans dreams berarti mimpi tentang masa sekarang ini, atau mimpi orang-orang Amerika Serikat pada kurun waktu di ”dekat” mereka hidup. Periodenya bila mengikuti arti contemporer dapat disepakati paruh kedua abad 20 hingga sekarang. Berarti sekaligus juga dapat disambungkan dengan periode past dream yang berakhir pada akhir paruh pertama abad 20. Peristiwa terkait pada masa contemporer adalah Perang Dunia II, Perang Dingin, hingga Amerika Serikat saat ini yang menjadi negara adi daya.
B. Past Dreams dan Nation Dreams
Masa antara kolonisasi di Amerika Utara hingga Perang Dunia I, dapat ditarik benang merah, yaitu: usaha Amerika Serikat untuk menyelesaikan masalah-masalah di dalam negeri. Bagaimana perjalanan bangsa Amerika dalam mengatasi masalah-masalah dalam negerinya? Bagaimanakah wujud dari American Dreams dalam kurun waktu tersebut?
1.      Masa Kolonisasi hingga Independent of America 1776
Awal tahun 1600-an terjadi gelombang besar perpindahan dari Eropa ke Amerika utara, selama lebih dari tiga abad, gerakan perpindahan yang tadinya beratus-ratus menjadi berjuta-juta pendatang baru. Kemudian pada abad ke-17 terbentuklah sejumlah koloni di Amerika Utara, kolonisasi tersebut berawal dari keinginan sejumlah serikat dagang untuk menanamkan modal di Amerika Utara. Keinginan itu didukung oleh parlemen Inggris berupa wewenang kepada serikat dagang untuk menanamkan modal dan mendirikan koloni di Amerika. Adapun mimpi yang ingin dicapai yaitu mencari kehidupan yang lebih baik dari asal sebelumnya dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya.
Realisasi mimpi yang dicapai didalam kehidupan koloni :
a)      Ekonomi
Sebagian besar tanah pertanian di Irlandia ditanami kentang sebagai makanan pokok. Namun pada tahun 1830-an terjadi gagal panen yang sangat besar sehingga terjadi kelaparan. Orang-orang Irlandia banyak yang meninggal karena terserang penyakit epidermis, sebagian yang hidup memilih meninggalkan negeri mereka dan pindah ke Amerika.
b)     Agama
.Pergolakan-pergolakan keagamaan terjadi di Inggris pada abad ke-16 dan ke-17, sekelompom pria dan wanita yang dinamakan kaum puritan berusaha merombak gereja dari dalam. Mereka ingin menuntut protestanisasi yang lebih menyeluruh terhadap bentuk ibadah agar menjadi lebih sederhana. Pemberontakan bermotif agama yang menjadi klimaks terjadi pada tahun 1641. beribu orang protestan dibantai dalam peristiwa tersebut. Kemudian pda masa pemerintahan Cromwel, beribu orang katolik Irlandia dibunuh. Siapa yang berkuasa berhak menentukan hidup dan mati seseorang yang menganut agama tertentu.
c)      Politik
Meskipun secara hukum orang-orang Irlandia bebas, namun mereka hidup seperti dalam keadaan terjajah di negerinya sendiri. Penguasa Inggris mengendalikan kehidupan politik mereka, dan para pendatang Inggris mendominasi perekonomian agraris setelah merampas semua tanah dan kemudian disewakan kepada petani Irlandia. Pada abad ke-18, kekuasaan orang-orang Inggris telah terlampau besar, mereka berkuasa untuk menjatuhkan hukuman kepada para petani yang melakukan perlawanan. Bahkan mereka berhak mengambil istri atau anak gadis petani untuk menemani mereka tidur.
Dengan demikian banyak emigran dari Eropa meninggalkan tanah air mereka karena melarikan diri dari penindasan politik, demi mencari kemerdekaan menjalankan ibadah atau untuk petualangan dan peruntungan yang lebih baik. Inilah American Dreams saat tumbuhnya koloni di Amerika Utara, yang menjadi cikal bakal Amerika Serikat.
###
Pemerintah Inggris membutuhkan lebih banyak uang guna memelihara imperium yang semakin bertumbuh. Maka pemerintah inggris menginginkan koloni-koloni  untuk membayar pajak. Pada tahun 1964 dikeluarkan undang- undang gula yang bertujuan untuk meningkatan pendapatan serta mengatur perdagangan. Dalam tahun yang sama parlemen juga mengesahkan undang- undang mata uang  untuk mencegah agar surat – surat kredit yang dikeluarkan tidak dijadikan alat pembayaran yang sah. Berhubung koloni-koloni yang merupakan daerah perdagangan yang defisit dan selalu kekurangan “uang keras,” peraturan itu menambahkan beban yang berat pada perekonomian koloni. Yang juga tak bisa diterima dari segi perdagangan ekonomi, adalah undang-undang Uang Kertas yang dikeluarkan pada tahun 1765 mengharuskan koloni-koloni menyediakan perumahan serta persediaan bagi pasukan-pasukan kerajaan.
Kemudian perang berlanjut dan pada akhirnya pihak koloni memperoleh kemenangan dan kemerdekaan. Deklarasi kemerdekaan pun segera diresmikan pada tanggal 4 Juli 1776 yang merupakan kelahiran sebuah negara baru dan kemudian akan menjadi kekuatan yang dinamis di seluruh dunia barat.
Apakah mimpi Amerika atau American Dreams pada masa perang kemerdekaan tersebut? Kiranya dapat dilihat dari isi Declaration of Independence :
“Kita anggap kebenaran-kebenaran ini hakiki adanya, ialah bahwa semua manusia diciptakan sederajat, bahwa oleh sang pencipta mereka dikaruniai hak-hak tertentu yang tak dapat dicabut, bahwa diantaranya adalah kehidupan, kemerdekaan, dan usaha mencari kebahagiaan. Bahwa untuk menjamin hak-hak ini, didirikan pemerintah diantara rakyat, dengan kekuasaannya yang adil yang diperoleh atas izin mereka yang diperintah; bahwa manakala bentuk pemerintahan yang bagaimanapun menjadi merusak bagi tujuan-tujuan ini, maka hak rakyat untuk mengubah atau menghapuskannya, dan untuk mendirikan suatu pemerintahan yang baru, yang dibangin atas dasar prinsip-prinsip sedemikian, dan kekuasaannya disusun dalam bentuk sedemikian, yang bagi mereka nampak paling mungkin mendatangkan keamanan dan kebahagiaan.”

2.      Dari Doktrin Monroe hingga Perang Saudara
Pada bulan Desember 1823 setelah mengetahui bahwa angkatan laut Inggris akan membela Amerika latin dari Persekutuan Suci dan Perancis. Presiden Monroe menggunakan kesempatannya pidato tahunannya ke konggres untuk menyatakan apa yang dikenal sebagai Doctrin Monroe, penolakam untuk mentolerir perluasan lebih lanjut dominasi Eropa di Amerika.
Tanah Amerika… mulai sekarang tidak boleh lagi dijadikan ajang kolonisasi oleh negara-negara Eropa. Kita harus menganggap setiap usaha mereka memperluas sistem politik di bagian manapun di benua ini sebagai bahaya bagi kedamaian dan keselamatan kita.
”Terhadap setiap koloni atau tanah jajahan penguasa Eropa yang ada, kita tidak dan tidak akan ikut campur. Tetapi pemerintah yang telah menyatakan kemerdekaan mereka dan mempertahankannya, serta yang kemerdekaannya kita … akui, langkah negara Eropa manapun yang bertujuan menindas, atau yang mengatur nasib mereka dengan cara yang lain, tidak bisa kita lihat dengan cara lain kecuali sebagai pernyataan permusuhan terhadap Amerika”.
Doctrin Monroe ini menyatakan semangat solidaritas dengan republik Amerika latin yang baru merdeka. Bangsa-bangsa ini pada gilirannya menghormati ikatan politik mereka dengan Amerika Serikat dengan melandaskan konstitusi baru mereka, dalam banyak hal, pada model Amerika Utara. Bangsa Amerika Serikat, semakin menegaskan cirnya yang liberal, bebas tidak terikat. Inilah American Dreams pada masa Monroe.
***
Pada tahun1786, George Washington menulis bahwa ia sepenuh hati menginginkan adannya rancangan agar perbudakan bisa diakhiri dengan cara yang tak tergesa-gesa, pasti, dan tak menimbulkan guncangan. Jefferson, Madison dan Monroe, semuanya dari Virginia menyatakan hal yang serupa. Namun harapan tersebut keliru karena selama generasi berikutnya, wilayah selatan bersatu padu mendukung lembaga perbudakan saat faktor ekonomi baru membuat perbudakan jauh lebih menguntungkan.
Faktor yang paling utama yang menimbulkan ini adalah meningkatnya perkembangan di bidang industri khususnya industri kapas. Orang Selatan yang marah melihat keuntungan besar yang didapat pelaku bisnis Utara, sebaliknya orang Utara menyatakan bahwa perbudakan merupakan penyebab utama terjadinya kemunduran di daerah tersebut. Padahal bagi orang Selatan perbudakan sangat penting untuk perekonomian mereka (pertanian kapas).
Abraham Lincoln sudah lama menganggap perbudakan sebagai suatu kejahatan. Dalam suatu pidatonya di Peoria, Illinois tahun 1854, ia menyatakan bahwa semua peraturan negara mesti disusun atas prinsip perbudakan harus dibatasi dan akhirnya dihapuskan. Pidato inilah yang menyebabkan Ia dikenal masyarakat luas. Abraham Lincoln juga melontarkan ucapan:
“Sebuah rumah yang terbelah tak akan bisa bertahan. Saya percaya bahwa pemerintahan ini tak bisa selamanya menganut setengah perbudakan dan setengah bebas. Saya tidak mengharapkan Union pecah – saya tak ingin rumah – tapi saya ingin perpecahan ini berhenti.”
Setelah perang saudara selesai Abraham Lincoln terpilih lagi untuk kedua kalinya sebagai presiden, dalam pidato pelantikannya yang kedua Lincoln menutupnya dengan kata-kata :
“…Janganlah menaruh dendam pada siapapun, berbuat baiklah kepada semua orang, yakinlah pada sesuatu yang benar, karena Tuhan telah memberikan kita pengelihatan untuk melihat kebenaran, marilah kita berjuang untuk menyelesaikan tugas kita, untuk mengobati luka bangsa: merawat mereka yang telah berjuang dalam pertempuran, dan menyantuni para janda dan anak yatim mereka… melakukan semua yang bisa kita raih dan menghargai kedamaian yang adil dan abadi di antara kita sendiri dan dengan semua bangsa”. American Dreams demikianlah yang terjadi pada masa Lincoln. Kebebasan untuk semua!
(Bersambung: American Dream II)
M.S. Mitchel Vinco
Sejarawan, Pendidik, Budayawan
</span>
 

Senin, 11 Januari 2010

Memandang Kuba dalam Demokrasi

Setelah kekalahan Spanyol dari Amerika Serikat dalam perang tahun 1898, Kuba berada di bawah pengaruh Amerika Serikat. Kuba diberi kemerdekaan tahun 1902 setelah menerima apa yang disebut Amandemen Platt sebagai bagian dari konstitusi militer Amerika Serikat di Kuba (Guantanamo adalah pangkalan Amerika Serikat hingga sekarang). Amandemen tersebut berbunyi ”Pemerintah Kuba sepakat untuk memperkenankan Amerika Serikat memperoleh hak-hak untuk melakukan intervensi untuk melindungi kemeredekaan Kuba, pelestarian suatu pemerintahan yang layak untuk melindungi perikehidupan, hak milik dan kebebasan perseorangan...”.

Sepenggal catatan sejarah di atas menunjukkan usaha peletakan batu demokrasi pertama di Kuba. Seperti halnya Australia Collonies Act, sebuah negara bangsa diberi kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri. Namun, catatan sejarah juga menyatakan bahwa ”...Amerika memperoleh hak-hak untuk melakukan intervensi...”, berarti seketika itu pula demokrasi telah dinodai – seperti yang dikatakan John Markoff di atas – terlebih lagi klaim terhadap demokrasi telah menggunakan nama rakyat ” ...melindungi perikehidupan, hak milik dan kebebasan perseorangan...”.

Berikutnya pemerintahan Kuba seringkali diwarnai pemberontakan dan kudeta. Tahun 1920-an melahirkan kediktatoran Gerardo Machado y Morales. Pemerintah Machado kemudian berhasil digulingkan oleh golongan revolusioner yang dipimpin Sersan Muda Fulgencio Batista y Zalvidar. Namun, yang naik ke kursi presiden justru Ramon Grau San Martin. Batista kemudian pada tahun 1934 mampu mengambil alih pimpinan sebagai diktator dengan bantuan Amerika Serikat. Pada tahun 1944 rezim Batista digeser dan selama delapan tahun Kuba memiliki demokrasi perwakilan. Tetapi pada tahun 1952, Batista kembali mengambil alih pemerintahan.

Dalam periode awal kemerdekaan ini, dapat dilihat bahwa di Kuba sering terjadi perebutan kekuasaan yang diwarnai kudeta oleh militer. Pihak militer selalu turun tangan mengatasnamakan rakyat, dan dengan kekuatan militernya menggulingkan penguasa yang ada. Sebuah catatan dapat diberikan pada kurun waktu 1944-1952 di mana Kuba berhasil melaksanakan demokrasi perwakilan. Inilah demokrasi model Barat yang pertama kali dilaksanakan di Kuba, meskipun di kemudian hari rezim Batista kembali melakukan perebutan kekuasaan.

Pada tahun 1953 muncul sosok pemimpin, yang dikemudian hari akan dicintai rakyat Kuba. Dia adalah Fidel Castro, seorang ahli hukum muda dari Havana. Di dorong atas kediktatoran Batista dan penderitaan rakyat, dia menyerbu barak-barak tentara Kuba di Santiago dan kemudian tertangkap dan diadili. Di pengadilan Castro melakukan pembelaan dan didukung oleh rakyat, maka Castro pun dibebaskan. Selepas dari penjara, Castro pergi ke Meksiko untuk mempersiapkan organisasi dalam rangka melawan Batista.

Pada tahun 1956, Castro mulai menjalankan strateginya tahap demi tahap. Fidel Castro bersama sahabatnya Che Guevara memulai perang gerilya dengan pendaratan di Sierra Maestra hingga kemenangan di Havana.

Pemerintahan Castro adalah pemerintahan revolusioner, pemerintahan yang dikatator-otoriter, namun Castro mengklaim bahwa pemerintahannya adalah semata-mata demi kepentingan rakyat. Selama pemerintahannya Castro berhasil melakukan pendidikan gratis, kebijakan agraria dengan sistem pembagian tanah, peningkatan penghasilan pertanian, dan peningkatan kesehatan.

Namun sikapnya yang tidak menyenagi Amerika menyebabkan Castro menasionalisasikan perusahaan – perusahaan asing di Kuba. Bidang-bidang industri yang diambil alih negara mencakup nyaris seluruh bidang; sektor-sektor produksi dan pengilangan minyak, perusahaan telepon dan listrik, pabrik-pabrik gula yang besar, industri kimia, perusahaan perkeretaapian, pabrik pengolahan karet, pabrik sabun, hingga pabrik rokok dan tekstil. Pada tahun 1960, 80 % GNP (gross National Product) Kuba dikontrol oleh negara, di tangan Fidel Castro.

Selain itu jaminan untuk kalangan menengah menjadi terkorbankan akibat konsentrasi Castro untuk menyejahterakan golongan bawah. Sekelompok orang Kuba dari kalangan menengah ke atas merasa terancam. Mereka memilih melarikan diri ke Miami. Kaum borjuis ini mendapat teman senasib ketika kelompok agama dan kaum konservatif marah besar karena Castro mengambil alih sekolah-sekolah Katolik dan membubarkan upacara keagamaan. Natal tidak lagi menjadi hari libur resmi.

Berikutnya Fidel Castro merasa perlu membendung kekuasaan yang kini ada digenggamannya. Untuk melakukan pembersihan politik, pemerintahan Castro memenjarakan semua orang yang menentangnya. Ia juga membatalkan seluruh pemilihan umum dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.

Karena tindakan Fidel Castro yang memusuhi Amerika Serikat maka Amerika Serikat tanggal 17 April 1961 melakukan invasi di teluk babi yang ternyata kemudian gagal. Kegagalan ini justru membuat Fidel Castro memperoleh 53 juta dolar dalam bentuk makanan dan obat-obatan, dengan imbalan Castro harus membebaskan 1000 lebih tawanan akibat invasi di teluk Babi. Makanan dan obat-obatan tersebut sangat dibutuhkan rakyat Kuba yang menderita kelaparan dan sakit. Popularitas Fidel Castro yang sempat menurun kembali meningkat.

Tanggal 1 Mei 1961 Castro mengumumkan bahwa dirinya adalah komunis. Hal ini disebabkan karena rasa marah dan jengkel Fidel Castro terhadap perlakuan Amerika Serikat terhadap Kuba. Bahkan Weisboard berkata ”terima kasih untuk kebijakan AS yang tolol, yang mendorong Kuba bergerak ke orbit Soviet...”

Setelah kita menelusuri sejarah pada pemerintahan Fidel Castro, maka tidak tampak adanya demokrasi konstitusional, seperti juga yang dikehendaki Amerika Serikat. Bahkan Castro mengangkat dirinya menjadi Presiden seumur hidup, melakukan nasionalisasi perusahaan asing, melakukan kebijakan agraria dengan pembagian tanah, menangkap lawan politik, bahkan membunuh mereka. Jelas semua itu tidak termasuk dalam sistem demokrasi konstitusional.

Meskipun demikian, jika dipandang dari sudut demokrasi komunisme atau demokasi otoritarian (bila Castro belum menjadi komunis), kebijakan – kebijakan Fidel Castro dapat dikatakan memenuhi nilai demokrasi. Fakta pertama adalah bahwa Fidel Castro dicintai rakyatnya, pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis, kehidupan para petani dan para buruh meningkat. Dalam pendidikan bahkan angka melek huruf mencapai 100% (bandingkan dengan Indonesia). Fakta kedua adalah perkataan-perkataan Fidel Castro yang keluar dari mulutnya sekan-akan sudah mendapat legitimasi dari rakyat. Rakyat seakan-akan sudah menyerahkan kekuasaan pada Fidel Castro. Misalnya dalam sebuah perkataannya ” Obatku adalah rakyat!”, ”Aku harus bekerja keras; mengerti dan berbicara kepada rakyat”.

Meskipun demikian, Fidel Castro tidak pernah mengklain dirinya dan negaranya sebagai demokrasi. Seperti dalam ucapannya ”Tak ada lagi pemerintahan demokratis di Amerika Latin, yang ada hanya pemerintahan revolusioner.”, ”Jika Tuan Kennedy tidak senang dengan sosialisme, kami juga tidak senang dengan imperialisme dan kapitalisme"


Ditulis oleh: M.S. Mitchel Vinco (Sejarawan, Pendidik, Budayawan)

Daftar Pustaka

Guevara, Che. 2007. Dari Sierra Maestra hingga Havana. Narasi: Yogyakarta.

Mukmin, Hidayat. 1980. Pergolakan di Amerika Latin. Ghalia Indonesia:Jakarta.

Pambudi, A. 2007. Fidel Castro 60 Tahun Menentang Amerika. Narasi: Yogyakarta.

Prasetyo, Eko. 2006. Inilah Presiden Radikal!. Resist Book: Yogyakarta.


Sabtu, 02 Januari 2010

KESADARAN HISTORIS DAN KETERLIBATAN

Sampai sekarang ini, kita hanya meninjau pengkajian sejarah “dari dalam”; yang dibicarakan hanya hubungan antara pengkajian sejarah dan masyarakat, sejauh nilai-nilai yang hidup di masyarakat, ada konsekuensinya bagi sejarawan yang membuata suatu gambaran historis mengenai masa silam. Akan tetapi, pengkajian sejarah tidak hanya menerima sesuatu dari masyarakat, melainkan juga menyumbangkan sesuatu.

Seorang sejaerawan memberikan sumbangan pokok, bagi caranya orang-orang sejaman membayangkan diri mereka sendiri. Dalam arti yang paling umum, seorang sejarawan melakukan hal itu dengan menyadarkan sesama mengenai masa silam dan bagaimana masyarakat dan kebudayaan berakar dalam masa silam itu. Ia mengembangklan dan merangsang kesadaran historis orang-orang sejaman.

Sering disangsikan, apakah dapat ditulis sejarah yang obyektif dan bebas nilai. Mengapa kita lalu tidak memandang masa silam dari perspektif itu? Bila penulisan sejarah yang obyektif tidak mungkin, mengapa kita lalu tidak menggunakan masa silam sebagai sarana untuk memperbaiki dunia. Bila kita memilih pendirian ini, bila kita mengharap sejarah dari pengkajian sejarah, agar ia dapat memberi sumbangan bagi suatu masyarakat yang lebih baik dan bila kita bersedia mengendurkan tuntutan akan obyektifitas setinggi mungkin, ini berarti kita membela penulisan sejarah yang terlibat. Ini tidak berarti, bahwa setiap penulisan sejarah yang terlibat niscaya juga akan menghasilkan buah penelitian yang subyektif. Yang diminta dari seoranbg sejarawan, agar ia selaku sejarawan, tidak mengambil jarak terhadap masalah-masalah sosial yang berkecamuk dalam masyarakat dewasa ini.

A. Pengertian Kesadaran Sejarah

Menurut Oakeshott konsep perubahan sebetulnya merupakan sebuah konsep yang paradoksal, karena memperpadukan pengertian mengenai perbedaan, dengan pengertian mengenai sesuatu yang tetap sama. Bila ada yang berubah maka ada juga unsur-unsur yang sama di dalam perubahan itu. Perubahan yang tidak dibarengi oleh sesuatu yang tetap sama, merupakan kekacauan belaka, tak adanya tata tertib dan, aneh bin aneh, justru menimbulkan kesan mengenai sesuatu yang sama, tetap dan statis. Perubahan yang sejati mengdaikan adanya sesuatu yang sama, yang dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk mengukur perubahan.

Tetapi masih ada paradoks lain, yaitu makin banyak keterkaitan dan makin banyak yang tak berubah, makin besar juga sifat perubahan yang kita amati pada masa silam. Bila kita menyadari perubahan-perubahan dalam masyarakat, kita menjadi sadar pula akan tradisi-tradisi. Singkatnya baik sifat perubahan historis, maupun usaha-usaha untuk menyusun perubahan-perubahan itu menurut skema yang agak tetap, merupakan bagian-bagian dalam kesadaran historis.


B. Perkembangan Pemahaman Kesadaran Sejarah

Para ahli mempunyai pendapat berbeda-beda mengenai kapan munculnya kesadaran sejarah? Biasanya dikatakan, bahwa kesadaran historis dibangkitkan karena perubahan-perubahan sosial dan politik yang mendalam di Eropa Barat, akibat Revolusi Perancis dan Revolusi Industri. Ditandai dengan lahirnya pengkajian sejarah modern.

Meinecke memperlihatkan, bahwa segala konsep yang kita kaitkan dengan kesadaran historis dan historisme, sudah kita jumpai dalam tulisan-tulisan Montesquieu Moser atau Herder. Tak lama berselang, P.H. Reill menunjukkan hal yang sama dalam tulisan sementra sejarawan dan filsuf abad ke-18, yang tidak begitu terkenal.

D. Kelley dan J. Franklin yang mengadakan penelitian mengenai tulisan sementara ahli sejarah hukum pada abad ke-16 seperti Jacques Cujas (1522-1590), Francois Hotman (1524-1590) dan terutama Jacques Beaundoin (1520-1573) menunjukkan, bagaimana pada abad itu para ahli sejarah hukm telah menyadari bahwa setiap kurun waktu dalam sejarah mempunyai norma-norma hukum tersendiri dan bagaimana norma-norma tersebut selalu tergantung pada bentuk masyarakat yang menjadi sasaran tata hukum itu. Dalam kasusu ini, dilihat bagaimana pengakuan terhadap unsur perubahan (dalam norma hukum), dibarengi oleh suatu pengakuan terhadap sifat-sifat yang tidak berubah (keberkaitan antara norma hukum dan masyarakat).

J.G.A. Pocock merumuskan sebuah analisis yang sangat orisinal mengenai tumbuhnya kesadaran historis. Yang menjadi titik pangkalnya adalah perbedaan antara pandangan abad pertengahan mengenai kenyataan sosio-historis dengan pendapat-pendapat yang dipaparkan oleh para pengerang Renaissance, seperti Niccolo Machiavelli (1469-1527) dan Francesco Guicciardinni (1483-1540). Secara singkat abad tengah menawarkan pemikiran bahwa manusia hidup sebetulnya hanya ada kaitan ”vertikal” dengan Kerajaan Allah (Civitas Dei). Tidak ada tempat bagi hubungan horozontal antara orang perorang.

Pandangan ini semakin kentara dalam gagasan Fortuna pada abad pertengahan (= kebetulan, nasib). Segala sesuatu yang terjadi pada Civitas Terrena tunduk pada unsur kebetulan. Orang yang satu ditinggikan Fortuna, sedangkan yang lain dijatuhkannya.

Gagasan Fortuna ini ditentang pada jaman Renaissance dengan konsep virtu. Virtu adalah kekuatan, kekuasaan, keunggulan alami, ketrampilan, serta perasaan halus untuk saat yang tepat, pada umumnya, kemampuan beberapa orang untuk mengatur kenyataan politik dan historis.

Menurut Machiavelli dalam konflik antara Fortuna dan Virtu, msnudis mrmpunyai dua pilihan. Bila manusia menyerah pada Fortuna, akibatnya adalah benturan-benturan antara hal-hal yang kebentulan terjadi, lalu terjadi suatu tata tertib sosial yang baru, alami dan hirarkis. Tetapi bila kita ingin membangun suatu masyarakat, sebuah republik, seperti dengan sadar dikehendaki manusia, maka diperlukan Virtu.

Dalam pertentangan terus menerus antara Fortuna dan Virtu, tampaklah untuk pertama kali kesadaran historis. Kesadaran tersebut memperlihatkan betapa segal ihwal-ihwal di dunia ini terus berubah. Selalu ada kecenderungan untuk bertambah liar, maka kita tidak boleh meninggalkan pengawasan begitu saja. Konsep ini membawa penafsiran yang dramatis, mengapa demikian? Karena pembinaan dunia historis dan pilitik menuntut perhatian dan ketekunan terus menerus dengan bantuan Virtu. Bila manusia ingin membuat sejarah atau membentuk negaran dan masyarakat, maka ia harus mengikat pinggangnya, siap melakukan perlawanan terus menerus terhadap kecenderungan kemunduran, desintegrasi, serta kekuasaan Dewi Fortuna.


C. Kesadaran Sejarah Masa Kini

Pada umumnya ada aura pemistis dalam memandang kesadaran historis dewasa ini. Bertambahnya kuantitas dan kualitas sejarah pada abad 20, menurut Nietzsche membuat masa silam hany menjadi obyek belaka, yang terletak di depan muka kita seperti benda yang mati. Jumlah buku dan karangan sejarah yang demikian banyak, membuat kita acuh tak acuh terhadap masa silam. Menurut Th. Schieder, manusia Barat sekarang ini, tidak merasa terikat lagi dengan masa silam, karena kesadaran akan unsur perubahan dan kelestarianayang demikian pokok bagi kesadaran historis telah punah.

Pendapat lain menyatakan bahwa ini tidak benar, bila hanya pengkajian sejarah dewasa ini yang menyebabkan kesadaran historis punah. Ada pendapat bahwa segala kemungkinan dan bahaya yang terbentang di hadapan kita tidak ada taranya dalam masa silam. Dengan demikian, kita dengan sendirinya menyadari, makin memusatkan diri kita pada masa kini dan sikap ini berlawanan dengan kesadaran historis.

Akhirnya saintisme pada pertengahan abad ini masih demikian dielu-elukan, rupanya kini kalah dengan suatu bentuk historisme gaya batu. Iklim intelektual dewasa ini, menurut banyak segi, mirip dengan iklim Romantik awal.


D. Keterlibatan H. Zinn Dalam Penulisan Sejarah

H. Zinn, seorang sejarawan dari Kanada, membela penulisan sejarah yang moderat-terlibat, lalu menelusuri, apa konsekuensinya bagi penulisan sejarah. Ia mulai menandaskan bahwa kita terhadap ilmu pengetahuan ialah supaya bermanfaat. Ia merasa heran, mengapa banyak sejarawan memperlihatkan sikap acuh tak acuh terhadap masalah-masalah sosial di dalam masyarakat. Menurut dia, seorang sejarawan, bila memilih sebuah obyek bagi penelitian sejarah harus dituntun oleh kebutuhan-kebutuhan sosial pada masa kini. Dalam perspektif ini sejarah emansipasi wanita di Indonesia lebih relevan daripada suatu penelitian mengenai silsillah raja-raja Kediri.

Zinn menandaskan bahwa opsinya tidak mempengaruhi hasil penelitin historis. Usul-usul Zinn dapat kita ringkas menurut empat butir yaitu:

1. Pengkajian sejarah hendaknya menimba ilham dari cita-cita Fajar Budi. Pada abad itu, pengkajian sejarah baru dianggap relevan, kalau mengabdi kepada kemajuan. Seperti Voltaire dan Gibbon memerangi takhayul dan dogma-dogma.

2. Seterusnya Zinn minta dari seorang sejarawan, agar ia memaparkan sejarah dari perspektif orang-orang yang menjadi korban proses sejarah. Agar penderitaan para korban itu dapat dihayati, Zinn menganjurkan metode hermeneutis. Baru metode hermeneutis akan berhasil melukiskan penderitaan mereka itu, seolah-olah merupakan penderitaan kita sendiri.

3. Seorang sejarawan terus-menerus harus menyadarkan kita, bahwa tata tertib dalam masyarakat dewasa ini kebetulan saja terjadi begini dan bahwa itu terikat akan keadaan pada suatu waktu tertentu. Keadaan sekarang ini bukanlah ditentukan oleh nasib yang tak terelakkan, melainkan merupakan hasil dari suatu pertarungan antara kekuatan-kekuatan sosial.

4. Akhirnya sejarah membuka jalan, agar kita dapat belajar dari kesalahan-kesalahn dan sukses-sukses manusia dahulu kala. Sejarah Revolusi Industri di Inggris mengajarkan kepada kita, kesalahan-kesalahan mana yang harus kita hindarkan dalam melaksanakn industialisasi.


Masalah-masalah Sekitar Penulisan Sejarah Yang Terlibat

Kebanyakan sejarawan dan filsuf sejarah sepakat, bahwa suatu spesialisasi yang ekstrem dalam pengkajian sejarah, memang harus dihindarkan. Menyadari hal itu sudah membuka pandangan seorang sejarawan bagi masalah-masalah sosial dan politik yang memberi corak kepada zamannya sendiri. Maka dari itu, kita dapat menyetujui keinginan Zinn, supaya seorang sejarawan tetap sadar akan tanggung jawab sosial dan kultural terhadap zamannya. Tetapi sering seorang sejarawan yang terlibat menyaksikan dengan rasa heran, bagaimana kelompok-kelompok sosial tertentu sangat terikat akan suatu tata masyarakat yang menurut pendapatnya, bertentangan dengan kepentingan obyektif kelompok itu.

Nipperdey masih melihat suatu bahaya lain yang dapat dihasilkan oleh penulisan sejarah yang terlibat. Bahaya itu adalah bahwa kita hanya menggunakan masa silam untuk melaksanakan, dihari depan, norma-norma dan nilai-nilai yang sekarang kita terima. Tetapi penulisan sejarah yang tidak terlibat, rupanya merupakan jaminan yang lebih baik bagi hari depan yang lebih cerah daripada penulisan sejarah yang terlibat. Seorang sejarawan yang terlibat, bertitik tolak pada suatu pendapat yang masih harus dibuktikan. Dengan kata lain, seorang sejarawan terlibat mengandaikan suatu wawasan historis, yang baru dapat diperoleh lewat suatu penelitian yang tidak berat sebelah. Para sejarawan pada umumnya agak skeptis terhadap cita-cita mengenai penulisan sejarah seperti dibela oleh Zinn. Menurut mereka, satu-satunya keterlibatan yang berlaku bagi seorang sejarawan ialah keterlibatan dengan kebenaran historis.


E. Bagaimana Perjalanan dari Pemikiran Tentang Keterlibatan Dalam Penulisan Sejarah

Para sejarawan yang terlibat mengutarakan, bahwa sikap melibatkan diri pada kebenaran mempunyai implikasi politik. Hal ini menjadi jelas, bila kita ingat akan dwifungsi akal budi dan ilmu pengetahuan dalam dunia modern. Akal budi dan ilmu dipergunakan secara instrumental murni. Tetapi, ilmu sendiri tidak memilih tujuan, manusialah yang memilih tujuan itu. Pada hakekatnya akal budi dan ilmu bersifat “kritis”, artinya secara implisit mengandung sebuah kritik terhadap tata masyarakat kita yang tidak sempurna. Mereka yang mengkritik sikap para sejarawan yang terlibat, hanya melihat sifat instrumental yang terkandung dalam ilmu dan menutup mata terhadap sifat kritis dalam ilmu itu.

Adapun Horkheimer (1895-1973) dan Th. Adorno (1903-1069) mendirikan Mazhab Frankfurt, yakni pada tahun 1929, yang terhimpun dalam mazhab itu ialah sejumlah ahli sosiologi yang melancarkan kritik neo-marxis terhadap kapitlisme Barat modern, serta terhadap filsafat ilmu yang positivistis yang menurut mereka merupakan pengungkapan teoritis mengenai sistem kapitalis itu. Marxisme yang dianut Habermas, terutama berakar dalam perhatiannya untuk gagasan marxis mengenai ideologi-ideologi. Yang menjadi tujuan Habermas bukan pertama-tama untuk merombak susunan masyarakat yang ada, melainkan untuk mengkritik ideologi yang menopang tata masyarakat yang sedang berlaku. Menurut Habermas sendiri, sautu masyarakat dimana kebenaran mengenai kenyataan sosial dapat dicari dan dapat ditemukan dalam suatu diskusi yang bukan ideologi dan yang bebas dari perbudakan.


Penutup

Menurut Oakeshott konsep perubahan sebetulnya merupakan sebuah konsep yang paradoksal, karena memperpadukan pengertian mengenai perbedaan, dengan pengertian mengenai sesuatu yang tetap sama. Bila ada yang berubah maka ada juga unsur-unsur yang sama di dalam perubahan itu. Perubahan yang tidak dibarengi oleh sesuatu yang tetap sama, merupakan kekacauan belaka, tak adanya tata tertib dan, aneh bin aneh, justru menimbulkan kesan mengenai sesuatu yang sama, tetap dan statis. Perubahan yang sejati mengdaikan adanya sesuatu yang sama, yang dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk mengukur perubahan.

Para ahli mempunyai pendapat berbeda-beda mengenai kapan munculnya kesadaran sejarah? Biasanya dikatakan, bahwa kesadaran historis dibangkitkan karena perubahan-perubahan sosial dan politik yang mendalam di Eropa Barat, akibat Revolusi Perancis dan Revolusi Industri. Ditandai dengan lahirnya pengkajian sejarah modern.

Pada umumnya ada aura pemistis dalam memandang kesadaran historis dewasa ini. Bertambahnya kuantitas dan kualitas sejarah pada abad 20, menurut Nietzsche membuat masa silam hany menjadi obyek belaka, yang terletak di depan muka kita seperti benda yang mati. Jumlah buku dan karangan sejarah yang demikian banyak, membuat kita acuh tak acuh terhadap masa silam. Menurut Th. Schieder, manusia Barat sekarang ini, tidak merasa terikat lagi dengan masa silam, karena kesadaran akan unsur perubahan dan kelestarianayang demikian pokok bagi kesadaran historis telah punah.

Kebanyakan sejarawan dan filsuf sejarah sepakat, bahwa suatu spesialisasi yang ekstrem dalam pengkajian sejarah, memang harus dihindarkan. Menyadari hal itu sudah membuka pandangan seorang sejarawan bagi masalah-masalah sosial dan politik yang memberi corak kepada zamannya sendiri. Maka dari itu, kita dapat menyetujui keinginan Zinn, supaya seorang sejarawan tetap sadar akan tanggung jawab sosial dan kultural terhadap zamannya. Tetapi sering seorang sejarawan yang terlibat menyaksikan dengan rasa heran, bagaimana kelompok-kelompok sosial tertentu sangat terikat akan suatu tata masyarakat yang menurut pendapatnya, bertentangan dengan kepentingan obyektif kelompok itu.

(M.S. Mitchel Vinco/ dalam sebuah kuliah filsafat sejarah)