Romantisme Derita di Balik Tembok Orde Baru
Judul: Menolak Menyerah – Menyingkap Tabir Keluarga Aidit
Penulis: Budi Kurniawan dan Yani Andriansyah
Penerbit: ERA Publisher
Cetakan: Pertama, Juni 2005
Tebal: XXIII + 166 halaman
Penulis: Budi Kurniawan dan Yani Andriansyah
Penerbit: ERA Publisher
Cetakan: Pertama, Juni 2005
Tebal: XXIII + 166 halaman
Semua yang datang adalah semua yang akan pergi. Semua orang melakoni datang dan pergi ini dalam suasana yang alami, lancar dan tak terganggu. Setidaknya itulah yang biasa kita alami dalam kehidupan. Datang dan pergi telah kita lalui untuk kesekian kalinya, dengan kurang disadari, semua itu telah berlalu.

Kisah-kisah romantis tersebut adalah kenangan-kenangan yang dimiliki: Murad Aidit, Sobron Aidit, Asahan Aidit (yang ketiganya adik DN Aidit), Iwan Aidit dan Ilham Aidit (dua dari lima anak DN Aidit), serta Rini Melati Aidit (keponakan DN Aidit), tentang sosok Dipa Nusantara Aidit, kesehariannya dan perjuangannya. Dibalik keromantisan sebuah kenangan, ternyata menyandang nama Aidit membawa konsekuensi derita dalam kehidupan keluarga besar Aidit. Setelah runtuhnya orde baru, barulah beban derita tersebut terkurangi, walau tak mungkin dihilangkan.
Buku Menolak Menyerah – Menyingkap Tabir Keluarga Aidit, merupakan satu-satunya buku yang mengulas sisi lain pasca peristiwa 30 September 1965. Tidak seperti buku lain yang banyak mengulas peristiwa saja, buku ini lebih menonjolkan sisi human interest para korban dan tipu daya orde baru. Di beberapa bagian juga terdapat informasi tentang gerakan 30 September 1965 yang dapat menambah pengetahuan kita tentang peristiwa tersebut.
Buku ini dimulai dari kisah Ilham Aidit, satu dari anak kembar pasangan DN Aidit dan dr. Tanti. Ilham menceritakan bagaimana perlakuan diskriminatif yang telah dia dapat selama ini, bahkan Ilham pernah menerima kenyataan bahwa dirinya nyaris saja berakhir dibawah kokangan senjata tentara. Kemudian kisah berlanjut ketika Ilham akan menikah, bagaimana tekanan batin yang dia dapat untuk menjelaskan bahwa dirinya adalah anak dari DN Aidit, ketua CC PKI, kepada calon mertuanya.

Murad, Rini Melani dan Iwan Aidit turut membagi pengalamannya menjadi korban selama orde baru. Mereka terpaksa menyembunyikan identitas “Aidit” di belakang namanya. Resiko tidak diterima dimasyarakat menjadi trauma yang sebisa mungkin harus mereka hindari. Pernah suatu ketika, hanya untuk menghindari kecurigaan kalangan militer, dr. Tanti, Istri DN Aidit, hanya bisa memandang anak-anaknya bermain dari kejauhan tanpa mencoba mendekat. Bayangkan saja, kemanusiaan seperti apa yang menciptakan kondisi demikian.
Buku Menolak Menyerah – Menyingkap Tabir Keluarga Aidit adalah buku yang dianjurkan untuk dibaca. Karena buku ini tidak saja mengandung unsur historis yang kental, tetapi juga unsur kemanusiaan yang dibalut bahasa sastrawi yang mampu membuka wawasan kemanusiaan kita. Bagi penikmat sejarah dan kalangan pro demokrasi, buku ini dapat menjadi informasi segar, karena memang terdapat data-data sejarah baru dan jelas mengajak kita untuk menolak menyerah.
Kelemahan buku ini, khususnya bagi kalangan peneliti dan sejarawan, terutama pada tata cara penyampaiannya yang cenderung sastrawi. Membuat kita sedikit ragu akan fakta ataukah cerita naratif yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut sangat jelas terdapat pada Bab 3, Gesek Biola dan Vietkong yang diceritakan oleh Asahan Aidit. Kritik sejarah dapat kita lakukan untuk membuktikan autentitas buku ini, walaupun yang sangat memukau dan jarang terjadi adalah hampir semua data di buku ini adalah data primer (langsung dari pelaku sejarah).
Terlepas dari semua itu Menolak Menyerah – Menyingkap Tabir keluarga Aidit, merupakan buku satu-satunya yang mengulas DN Aidit, ketua CC PKI, aktor tertuduh peristiwa 1965, secara mendalam. Bacalah…!! Dan renungkan romantisme derita yang terjadi, apakah pada kondisi yang sama anda juga akan menolak menyerah…?!
Oleh: M.S. Mitchel Vinco
Tidak ada komentar:
Posting Komentar