Tak banyak yang mengetahui Indonesische Vereeniging, sebuah organisasi pergerakan pemuda awal, di era “Kebangkitan Nasional”, yang kemudian “mematenkan” namanya menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Perhimpunan Indonesia?! Nama yang terlalu umum untuk didengar, nama dengan dua kata yang “biasa” kita gunakan sekarang ini. Dalam sejarah pergerakan nasional pun, dua kata ini kalah populer dengan Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Taman Siswa, PNI (Marhaenisme), atau bahkan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Padahal menurut sejarawan Sartono Kartodirjo, Manifesto Politik PI 1925 dengan penjabaran dan analisisnya, sudah melampaui makna Sumpah Pemuda 1928. Asvi Warman Adam, dalam “Seabad Kontroversi Sejarah”, juga membuka fakta bahwa ide-ide PI dalam majalah “Indonesia Merdeka” telah mengilhami para pemimpin pemuda, yang nanti akan merumuskan Sumpah Pemuda. Lebih jauh lagi, sejarawan G. Moedjanto menyatakan Manifesto Politik PI telah menjadi embrio pemikiran Soekarno, yang kemudian menggali ide dasar negara, Pancasila.
Bila dilihat dari namanya, memang Perhimpunan Indonesia terlalu sederhana, terlalu banyak digunakan berbagai komunitas. Yah, bagi kita di jaman sekarang!
Namun, nama yang sekilas sederhana ini, merupakan nama pertama di dunia, bagi organisasi politik, yang menggunakan kata “Indonesia” sebagai pengertian sebuah bangsa dan negeri yang harus dilahirkan dunia ini.
Dari Indische Ke Indonesische 1908-1922
Pada saat itu, Indonesia belum dikenal, hanya ada di buku-buku ilmiah antropologi dan geografi di Eropa. Indonesia dikenal dengan Hindia-Belanda (Indische) atau India milik Belanda.
Pada awal awal abad 20, dengan berlakunya politik etis, semakin banyaklah pemuda Indonesia yang belajar di perguruan tinggi Belanda. Di sana, mereka membentuk Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia-Belanda), tahun 1908. Tujuan organisasi ini bersifat sosial, sebagai wahana berbagi pengalaman, pengetahuan, tentang masalah di Hindia-Belanda. Indische Vereeniging terbuka bagi mereka yang berasal dari Hindia-Belanda (pribumi maupun non pribumi yang menetap di Hindia-Belanda).
Di Belanda, para pemuda lebih dekat untuk mengetahui perkembangan situasi dunia, yang sedang gencarnya dengan gagasan nasionalisme. Pasca Perang Dunia I, ide Woodrow Wilson “menentukan nasib sendiri dan merdeka dari penjajahan”, telah menyala di kepala para pemuda Indonesia.
Semakin matangnya para pemikir muda, seperti Iwa Koesoema Soemantri, Soekiman, Moh. Hatta, A. Soebardjo (semua pernah mengetuai PI), membuat Indische Vereeniging berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia, tahun 1922. Peristiwa ini juga menandakan, untuk pertama kalinya istilah “Indonesia” dikenalkan sebagai entitas kebangsaan, dalam nama organisasi politik, dalam majalah PI yang berjudul “Indonesia Merdeka”, yang menjadi inspirasi para pemuda di Hindia-Belanda, dan membuat gusar para politisi Negeri Belanda.
Manifesto Politik PI 1925
Berkumpulnya para intelektual muda Indonesia di Belanda, membuat diskusi-diskusi mereka semakin terarah pada kemerdekaan Indonesia, yang bagi mereka merupakan keharusan jaman.
Di saat penduduk Belanda, dan Hindia-Belanda, belum memikirkan tentang kemungkinan adanya sebuah negara Indonesia, Perhimpunan Indonesia mengeluarkan Deklarasi PI yang dimuat di majalah “Hindia Poetra”, tahun 1923,(menurut Van Niel tahun 1922). Isinya adalah:
“Masa depan bangsa Indonesia semata-mata terletak pada adanya bentuk pemerintahan yang bertanggung jawab kepada rakyat dalam arti sebenar-benarnya… Setiap orang Indonesia haruslah berjuang demi tujuan ini… dengan kekuatannya dan usahanya sendiri (bebas dari bantuan asing, menurut sumber: Moh.Hatta, Memoir)… hanya dengan Persatuan yang erat di antara putra-putri Indonesia saja, yang dapat menuju ke arah tercapainya tujuan bersama (kesejahteraan sosial, menurut tulisan G. Moedjanto)”.
Yang menarik dari Deklarasi PI ini adalah penggunaan kata “Bangsa Indonesia”, hal ini jelas menunjukkan bahwa PI bercita-cita tentang sebuah negara baru, yaitu Indonesia. Negara yang dimaksud adalah negara demokrasi, yang dicapai dengan cara berjuang, menggalang persatuan, dengan kekuatan sendiri, bebas dari bantuan asing.
Deklarasi PI tersebut kemudian berkembang menjadi “Arah Dasar PI”, dan kemudian menjadi Manifesto Politik PI 1925 yang isinya:
1. Rakyat Indonesia semata-mata diperintah oleh pemerintah yang mereka pilih sendiri.
2. Dalam memperjuangkan pemerintahan sendiri diusahakan tanpa bantuan dari pihak manapun.
3. Untuk mencapai tujuan bersama itu, semua unsur perlu persatuan yang seerat-eratnya.
Manifesto Politik PI 1925 ini kemudian disebarluaskan di Eropa, dan perkumpulan pelajar dan mahasiswa dari negeri-negeri jajahan di Asia-Afrika. Dalam Kongres ke-6 Liga Demokratie Internasional, Agustus 1926 di Paris, Moh. Hatta tampil sebagai pembicara dan secara tegas menyatakan tuntutan kemerdekaan Indonesia. Pada Kongres Liga tahun 1927 di Berlin, PI mendapat dukungan dan simpati untuk kemerdekaan Indonesia dari peserta Kongres Liga.
Hal ini menyebabkan PI dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Belanda, di tuduh “dengan tulisan menghasut di muka umum untuk memberontak terhadap pemerintah”. Hatta dan kawan-kawan, Nazir Pamontjak, Abdulmajid Djodjoadiningrat, dan Ali Sastroamidjojo, dipenjara dari 10 Juni 1927 – 8 Maret 1928. Di mana pada saat pengadilan dan kemudian dinyatakan bebas, Bung Hatta sempat membacakan pidato pembelaannya yang berjudul “Indonesia Vrij” atau “Indonesia Merdeka”.
Perhimpunan Indonesia 1925: Paling Indonesia
Dengan tidak menyampingkan sejarah yang lain, seperti Budi Utomo dengan Kebangkitan Nasional 1908, dan Kongres Pemuda II dengan Sumpah Pemuda 1928, Manisfesto Politik PI 1925 memiliki makna yang teramat dasyat. Namun, entah kenapa sejarah PI begitu tenggelam.
Padahal setelah Budi Utomo mendirikan organisasi pertama, PI lah yang secara terang-terangan melahirkan makna “Indonesia” sebagai negara di masa depan. Berbeda dengan Budi Utomo yang bertujuan mensejahterakan kaum Jawa, atau Sarekat Dagang Islam yang melindungi para pedagang Muslim, atau Indische Partij yang berniat merombak Hindia-Belanda, Perhimpunan Indonesia benar-benar merangkum itu semua dengan kata “Bangsa Indonesia”.
Meskipun, Sumpah Pemuda begitu menggelorakan semangat persatuan nasional di kalangan pemuda Indonesia, harus disadari juga bahwa para penggagas Sumpah Pemuda membaca tulisan-tulisan PI di “Indonesia Merdeka” atau “Hindia Poetra” yang sudah berjuang lebih dahulu di kancah internasional.
Selain itu, Manifesto Politik PI 1925, tidak hanya memuat pentingnya persatuan nasional, tapi juga bentuk pemerintahan demokrasi, otonomi, dan swadaya (principle of self-reliance).
Indonesia tak dapat dibangun hanya dengan persatuan saja, tapi juga kita harus mempertanyakan pemerintah yang demokrasi, prinsip otonomi yang menyejahterakan, dan kemerdekaan negara yang berharga diri. Semua itu, ada di dalam Deklarasi PI 1922 dan Manifesto Politik PI 1925.
“Perhimpunan Indonesia 1925 Paling Indonesia!”.
Pontianak, 18 Mei 2011
M.S.M.V.
M.S.M.V.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar