Sabtu, 04 Desember 2010

REVOLUSI INDONESIA DALAM MEMPEROLEH KEMERDEKAAN (II)

"...nyabung lagi ni, dari tulisan sebelumnya..."

B. Situasi di Sekitar Revolusi Kemerdekaan Indonesia
Setelah mendapat kemenangan terus-menerus sejak Jepang menyerang Pearl Harbour pada tanggal 7 Desember 1941 dan merebut wilayah dari Burma sampai Pasifik Barat Daya, Jepang menderita kekalahan besar yang pertama dalam pertempuran Laut di dekat Pulau Midway pada bulan juni 1942. Jepang terus-menerus mengalami kemunduran sejak mulai direbutnya Pulau Guadalcanal di Kepulauan Solomon oleh Sekutu, sampai jatuhnya Pulau Saipan. Jatuhnya Pulau Saipan merupakan suatu kekalahan yang sangat besar bagi Jepang, karena Pulau ini sangat strategis letaknya dan merupakan pusat pertahanan depan kepulauan Jepang. Jatuhnya Saipan menyebabkan krisis politik di Jepang yang menjatuh kabinet Tojo dan diangkatnya Jendral Koiso menjadi Perdana Menteri.
Sementara itu keadaan di Indonesia telah menjadi sangat sulit. Tindakan-tindakan pemerintah militer Jepang, pengerahan romusha, ditambah lagi dengan panen yang gagal pada tahun itu, menyebabkan rakyat semakin menderita, sedangkan jumlah padi yang harus diserahkan kepada pemerintah Jepang tidak dikurangi. Keadaan dalam negeri yang semakin memburuk, menyebabkan harga makanan naik, sedangkan beras saja sangat sulit didapat. Seperti yang diungkapkan Aboe Bakar Loebis dalam bukunya Kilas Balik Revolusi : 

Dengan meningkatnya harga bahan makanan, sedangkan biaya pemondokan tidak dinaikkan, maka kualitas makanan yang disediakan makin lama makin buruk, sehingga hampir tidak dapat dimakan. Ketika pemerintah pendudukan Jepang menganjurkan supaya rakyat makan bekicot sebagai pengganti daging, di asramapun disajikan masakan bekicot ( Loebis, 1992 : 58 )
 
Hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan dikalangan masyarakat Indonesia pada umumnya, dan menyebabkan pemberontakan rakyat di berbagai tempat. Dalam keadaan demikian Jepang menyadari, jika ingin mendapat bantuan dan kerjasama rakyat dalam mempertahankan Indonesia terhadap serangan Sekutu, maka kepada rakyat Indonesia harus diberikan atau setidak-tidaknya dijanjikan sesuatu yang memenuhi aspirasi rakyat, yaitu kemerdekaan.
Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang Jenderal Koiso Kuniaki mengumumkan di depan parlemen Jepang bahwa akan memberikan kemerdekaan pada Indonesia di kemudian hari. Pernyataan ini merupakan perubahan sikap yang besar, mengingat sejak semula Jepang tidak ingin membebaskan Indonesia dari kekuasaannya.
Dampak dari keluarnya pernyataan dari Perdana Menteri Koiso menyebabkan terjadi perseteruan di dalam pemerintahan Jepang sendiri. Pernyataan P.M. Koiso mengenai kemerdekaan Indonesia hanya didukung oleh tentara Jepang, sedangkan angkatan laut menolak, dengan alasan bahwa bangsa Indonesia masih terlalu terbelakang dan pendidikannya masih rendah, sehingga tidak mungkin untuk diberi kemerdekaan.
Reaksi berbeda terjadi di Indonesia, pemimpin-pemimpin Indonesia pada umumnya menyambut hangat pernyataan itu, walaupun kelak dikemudian hari janji tersebut menjadi sangat samar. Dengan adanya pernyataan Koiso, bendera merah putih boleh berkibar lagi dan lagu Indonesia Raya sudah bisa berkumandang di tiap sudut rumah. Para cendikiawan Indonesia lebih mengartikan sebagai bolehnya berbicara tentang kemerdekaan secara terbuka, sehingga semangat kemerdekaan tersebar luas di semua pelosok tanah air.
Para pemuda kemudian berkumpul membentuk kelompok-kelompok nasionalis dan anti Jepang. Awalnya kelompok-kelompok ini terdiri dari kawan-kawan dekat, kemudian terjadi hubungan yang luas antara berbagai kelompok pemuda. Mereka kerap kali berkumpul membicarakan dan membahas soal-soal yang menyangkut dengan keadaan perang umumnya, keadaan dalam negeri, cita-cita kemerdekaan, dan bagaimana caranya mencapai kemerdekaan cita-cita itu.
 Kegiatan-kegiatan nasionalis anti Jepang yang dilakukan pemuda Indonesia tidak dimaksudkan untuk melakukan perlawanan bersenjata terhadap Jepang. Namun, gerakan pemuda –pemuda tersebut dimaksudkan untuk mempersiapkan diri menghadapi kemerdekaan, jika Jepang sudah kalah dan peperangan selesai. Untuk itu perlu diketahui betul bagaimana jalannya peperangan, perkembangan keadaan di dalam dan di luar negeri dan sebagainya. Pengetahuan ini disebar luaskan diantara kelompok-kelompok pemuda dan juga diberi pengarahan bagaimana menafsirkan perkembangan yang berjalan demi perjuangan kebangsaan dan kemerdekaan.
Pada bulan Februari 1945 terjadi sesuatu yang sangat menggemparkan dan mengejutkan Jepang. Pada tanggal 12 Februari kesatua PETA di Blitar memberontak. Sebenarnya pemberontakan direncanakan untuk meletus di beberapa kota lain, tapi kenyataannya  pemberontak hanya terjadi pada kesatuan PETA Blitar, karena kecilnya pemberontakan yang dilakukan maka mudah sekali ditumpas Jepang. Walaupun gagal, pemberontakan ini berhasil menimbulkan kecemasan besar di kalangan Jepang.
Untuk meyakinkan rakyat Indonesia bahwa pemerintah Jepang benar-benar ingin memberi kemerdekaan, maka pada tanggal 1 Maret 1945 dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang terdiri atas wakil-wakil Jepang dan tokoh-tokoh Indonesia. Pembentukan badan penyelidik sama sekali tidak memuaskan rakyat, khususnya pemuda, karena terkesan buatan Jepang dan merupakan “boneka” yang bebas digerakkan Jepang.
Jepang selalu berusaha mengambil keuntungan propaganda dari pernyataan Koiso. Keinginan pemerintah Jepang adalah agar rakyat Indonesia kembali mengakui kebaikan hati Jepang. Tetapi keinginan Jepang menjadi sangat cocok dengan pribahasa “ bertepuk sebelah tangan “. Para pemuda sangat pandai dalam memanfaatkan kepercayaan Jepang yang ingin melakukan propaganda. Beberapa kesempatan propaganda Jepang terbukti berhasil diputarbalikkan oleh gerakan pemuda.  Misalnya pada tanggal 12 Mei 1945 akan diadakan rapat pemuda di gedung bioskop Decca Park, di Jalan Merdeka Utara. Dalam rapat tersebut Jepang ingin membuat film yang menun jukkan bagaimana pemuda Indonesia berterima kasih kepada Jepang dan akan menyokong usaha perang Asia Timur Raya. Maka Nasrun Iskandar ditugaskan untuk berpidato. Ketika tiba gilirannya, Nasrun berpidato dan mengatakan dengan lantang, “ bahwa pemuda Indonesia menuntut kemerdekaan sekarang juga, dan tidak di kelak kemudian hari, Indonesia berdaulat berbentuk negara republik kesatuan “ (Loebis, 1992 : 81). Jelas usaha pihak Jepang untuk mempropaganda bangsa Indonesia, khususnya para pemuda, menjadi serangan balik yang sangat merugikan pihak Jepang.
Masalah mengenai kemerdekaan Indonesia semakin sering menjadi topik perbincanganan di kalangan rakyat Indonesia. Mula-mula secara diam-diam, dan setelah pernyataan Koiso diumumkan, pembicaraan menjadi terbuka. Keadaan perang sudah jelas mengarah kepada kekalahan Jepang, dan makin majunya gerakan militer pihak Sekutu makin mendesak soal kemerdekaan bagi Indonesia.
Di pihak Jepang sendiri telah diambil putusan pada bulan Juli untuk memberikan kemerdekaan kepada daerah bekas jajahan Belanda. Putusan yang diambil kemudian diteruskan kepada panglima daerah Selatan, Marsekal Terauchi, yang diperintahkan segera melakukan persiapan pelaksanaan kemerdekaan itu. Maka semakin dekatlah terjadinya revolusi Indonesia.

C. Meletusnya Revolusi Kemerdekaan Indonesia
Kemerdekaan sudah tidak dapat ditunda lagi, cepat atau lambat bangsa Indonesia tetap akan menuntut kemerdekaan, dengan jalan diplomatis atau “darah” sekalipun rakyat siap. Melihat keadaan tersebut maka sehari sesudah Hiroshima diserang dengan bom atom pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang mengumumkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerekaan Indonesia (PPKI) dalam bahasa Jepang berarti Dokuritsu Junbi Inkai.
Pada tanggal 8 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Dr. Radjiman secara rahasia pergi ke Saigon untuk menemui Jendral Terauchi. Tanggal 11 Agustus 1945 Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta resmi dilantik menjadi Ketua dan Wakil Ketua PPKI. Keinginan Soekarno-Hatta untuk melakukan  gerakan revolusioner besar-besaran sudah sangat memungkinkan, dengan dilantiknya mereka berdua. Impian untuk menggabungkan berbagai kekuatan legal di bawah Soekarno-Hatta  dan gerakan bawah tanah dalam usaha mendirikan negara Indonesia yang merdeka, tidak lama lagi akan tiba. Namun, sekembalinya Soekarno-Hatta pada tanggal 14 Agustus, berbagai peristiwa yang berlangsung cepat dan mengejutkan telah terjadi. Empat hari sebelum kedatangan mereka, tanggal 10 Agustus Jepang telah menyerah kepada Sekutu, suatu hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Soekarno, telah terjadi begitu cepat, padahal seharusnya menurut rencana akan diadakan rapat PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945.
Keadaan telah berubah, Pemerintah Jepang yang menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia sudah kalah oleh sekutu. Dalam kondisi demikian, Hatta dan Syahrir mendesak supaya Soekarno memproklamasikan kemerdekaan secepat-cepatnya, atas nama bangsa Indonesia tanpa melalui PPKI, karena PPKI adalah ciptaan Jepang. Usul itu disetujui para pemuda yang tidak ingin negara Republik Indonesia  nanti dicap bikinan Jepang. Namun, Soekarno berpendapat lain,hal terpenting sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia adalah untuk mengetahui perkembangan Internasional yang sedang berjalan, apakah Jepang sudah menyerah atau belum.
Para pemuda tidak sabar dengan sikap Soekarno yang terlalu berhati-hati dalam bertindak, padahal sangat jelas bahwa Jepang sudah menyerah. Namun, para pemuda Nasionalis sadar sekali bahwa proklamasi kemerdekaan harus diumumkan oleh Soekarno agar bisa mempengaruhi seluruh negeri. Para pemuda kemudian melakukan rapat yang keputusannya adalah mendesak Soekarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan hari itu juga, tanpa pengaruh dari PPKI bentukan Jepang, tetapi Soekarno tidak bersedia mengumumkan proklamasi Indonesia sebelum yakin bahwa Jepang sudah mengalami kekalahan. Oleh karena itu, pada tanggal 15 Agustus sebuah kesatuan tentara Indonesia yang di tempatkan di dekat Jakarta dan beberapa pemuda menculik Soekarno, Hatta beserta Ibu Fatmawati dan membawanya ke Markas Garnisun yang terletak di Rengasdengklok untuk meyakinkan mereka, bahwa proklamasi harus dilaksanakan secepat-cepatnya.
Pagi tanggal 16 Agustus Achmad Soebardjo berhasil membujuk para pemuda untuk membebaskan Soekarno-Hatta. Sebagai jalan tengahnya, maka Achmad Soebardjo mengusulkan akan diadakan sidang konstitusi yang akan membahas proklamasi Indonesia hari ini juga. Mengenai tempat, Achmad Soebardjo mengusulkan kediaman Laksamana Maeda, seorang Jepang, dengan jaminan terhindarnya dari serangan yang bisa saja dilakukan tentara Jepang. Tetapi para pemuda tetap tidak mengijinkan Laksamana Maeda turut campur dalam sidang, perannya hanya sekedar memfasilitasi sidang.
Dalam sidang yang bertempat di kediaman Laksamana Maeda, diputuskan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilakukan pada esok harinya, tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi di lapangan Ikatan Atletik Indonesia atau lebih dikenal dengan nama lapangan Ikada. Tetapi oleh karena ada kemungkinan timbul bentrokan dengan pasukan-pasukan Jepang yang terus berpatroli, maka akhirnya diputuskan untuk melakukan upacara itu di rumah Soekarno, jalan Pengangsaan Timur 56. Karena masih khawatir, kalau Jepang tetap berusaha menggagalkan, maka di Asrama Parapatan diadakan upacara paralel, untuk mengelabuhi Jepang. Tepat pada waktu naskah proklamasi dibacakan di Pengangsaan Timur, hal yang sama dilakukan di asrama Parapatan, lengkap dengan penaikan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Tepat pada pukul 10 pagi, tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945, ditengah pengawasan tentara Jepang  Soekarno atas nama bangsa Indonesia membacakan teks proklamasi yang menyatakan kemerdekaan Indonesia. Dengan ini revolusi yang telah berlangsung selama 3 tahun (1942-1945) dalam ketegangan, dalam gerakan untuk mengejar cita-cita kemerdekaan tanpa kenal lelah, telah mencapai klimaksnya. Tercapailah impian seluruh rakyat akan kebebasan tanpa penjajah, hidup dengan pilihan sendiri, hidup dalam negara merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

M. S. Mitchel Vinco
(Guru Honorer)

Tidak ada komentar: