"Kita akan berbicara tentang komunisme dahulu..."
Latar Belakang
Dalam pandangan filsafat sejarah deterministis, sejarah seperti halnya manusia, berkembang seperti suatu organisme yang hidup, seperti dari benih yang tumbuh, berkembang dan akhirnya mati. Pandangan ini dikenal dengan determinisitis biologis-naturalistis. Bila kita perhatikan sejarah peradaban, terlihat bahwa pandangan ini benar adanya. Sejarah peradaban, dalam hal ini konteks kebudayaan, mengalami pertumbuhan, perkembangan dan kemudian kematian.
Menurut Arnold J. Toynbee (1889-1975), seorang sejarawan dari Inggris, kehancuran peradaban dapat dicegah dengan terus adanya manusia-manusia kreatif yang mampu menjawab tantangan jamannya. Yoynbee berpendapat selama ada respon terhadap challenge maka peradaban akan terus maju ke arah yang lebih baik.
Eropa dalam catatan sejarah peradaban merupakan benua yang paling produktif dalam segala bidang. Apakah hal tersebut dipengaruhi pencatatan sejarah Eropa yang sudah dilakukan sejak jaman Yunani Kuno (600-an SM)? Bisa jadi demikian. Tetapi faktanya adalah sejarah tentang Eropa merupakan catatan sejarah terlengkap hingga saat ini. Wajar saja benua ini menjadi terang akan masa lalu mereka, tentang kegagalan dan kesuksesan.
Makalah ini tidak akan membahas peradaban Eropa dari awal hingga saat ini, tidak juga melihat peradaban Eropa dari sisi siklus-determinis. Terlalu luas jika akan membahas hal tersebut, terlebih lagi tidak maksimal manfaatnya jika seluruh sejarah Eropa akan dibahas dalam makalah singkat ini.
Pembahasan yang akan dikaji dalam kesempatan ini adalah Eropa pada periode pasca Perang Dunia II, atau lebih tepatnya saat Perang Dingin antara dua raksasa dunia: USSR (Uni Soviet) dan USA (Amerika Serikat). Bahkan akan lebih dipersempit lagi mengenai akhir dari pemerintahan komunisme di Eropa. Kasusnya juga akan lebih dipersempit yaitu: Polandia dan Yugoslavia.
Dilihat dari kasus runtuhnya komunisme, ketiga negara tersebut memang memiliki kekhasan tersendiri. Sehingga coraknya pun menarik untuk diamati. Uni Soviet sebagai negara utama pendukung komunisme dan tempat lahirnya komunisme. Polandia yang sebagai negara komunisme, ternyata tidak mampu menghadapi aksi mogok para buruh yang seharusnya menjadi tulang punggung komunisme. Sedangkan Yugoslavia dengan masalah kemajemukan etnis-etnis yang bertikai di negaranya. Secara khusus Yogoslavia memang ada kemiripan dengan Indonesia sebagai negara majemuk. Ada baiknya kita belajar dari sejarah Yugoslavia.
Semua negara komunis tersebut pada akhirnya rontok pada akhir abad 20. Secara de facto dan de jure, negara-negara tersebut masih ada, namun bentuk dan sistem pemerintahnya telah berubah total. Tidak ada lagi sistem pemerintahan komunisme dan bentuk pemerintahan diktator-otoriter.
Komunisme: Teori, Idealisme dan Kritik
Komunisme secara ilmiah dirumuskan oleh Karl Marx dalam Manifesto Comunisem (1848) dan Das Capital. Komunisme merupakan ideologi yang menjadi anti-tesis dari problematika di Eropa saat itu. Kapitalisme saat itu sudah dianggap menyengsarakan rakyat, terutama buruh pabrik. Sedangkan di satu sisi para pemilik modal terus meraup keuntungan tanpa mengeluarkan setetes keringat pun.
Pandangan-pandangan Karl Marx atau komunisme dapat digeneralisir antara lain adalah: 1) kerja dan keterasingan manusia; 2) masyarakat berkelas dan pembagian kerja; 3) materialisme dialektis dan historis; 4) perjuangan kelas dan negara; 5) teori tentang ekonomi dan ideologi.
1. Kerja dan Keterasingan Manusia
Dalam ”Economic and Philosophical Manuscripts”, Marx menjelaskan bahwa dalam pekerjaannya manusia mengalami empat lapisan keterasingannya, yaitu: keterasingan dari hasil kerjanya, keterasingan dari tindakan berproduksi, keterasingan dari sesama manusia, dan keterasingan dari speciesnya.
2. Masyarakat Berkelas dan Pembagian Kerja
Dalam ”The German Ideologi”, Marx dan Engles mengatakan bahwa adanya pembagian kerja berarti adanya pertentangan kepentingan perorangan atau dan suatu keluarga dengan kepentingan bersama dari semua individu yang bergaul satu sama lain. Bagi Marx, pembagian kerja itu erat kaitannya dengan keterasingan manusia dengan pekerjaannya. Pembagian kerja dapat mengasingkan manusia dari sasarannya sebab pembagian kerja bekanlah sifat sosial yang instrinsik pada kerja itu sendiri, melainklan muncul dari egoisme untuk menghasilkan dan menukar barang sebanyak mungkin.
Kelas-kelas adalah kenyataan sosial yang tampak pada masyarakat. Tetapi ini tidak berarti pembagian kelas-kelas berdasarkan profesi dan pekerjaan. Bukan pula atas partai politik dan pandangan hidup. Kelas yang dimaksud Marx adalah berhubungan dengan penguasaan produksi. Sehingga akan tercipta klas-klas yang menguasai alat produksi dan yang tidak menguasai, maka terjadilah konflik antar kelas.
3. Materialisme Dialektis dan Historis
Marx mengambil dua unsur dari Hegel yaitu: gagasan mengenai terjadinya pertentangan antara segi-segi yang berlawanan, dan bahwa semua terus berkembang tanpa henti. Namun, Marx menandaskan hukum itu berlaku dalam dunia materi, bahwa setiap benda atau keadaan, dalam tubuhnya sendiri menimbulkan segi-segi yang berlawanan, bertentangan satu sama lain, dan ini dinamakan kontradiksi. Pada akhirnya akan terjadi keseimbangan, tetapi akan berdialektika lagi, begitu seterusnya. Ini yang dikenal sebagai materialisme dialektis
Dalam materialisme historis, Marx lebih berbicara tentang arah perkembangan sejarah yang bukan ditentukan sepenuhnya oleh manusia, tetapi oleh perkembangan sarana-sarana produksi yang material.
4. Perjuangan Kelas dan Negara
Terciptanya kelas-kelas atas dasar alienasi dan pembagian hasil produksi akan menimbulkan ketegangan antara dua kelas yang ada dalam masyarakat industri. Ketegangan meningkat sehingga menjadi permusuhan dan inilah yang disebut pertentangan kelas. Tidak dapat dihindari bahwa perjuangan kelas akan menghasilkan suatu masyarakat tanpa kelas. Dengan kata lain perjuangan kelas mutlak diperlukan untuk mewujudkan masyarakat komunisme.
Negara menurut Marx, menjadi alat pemegang kekuasaan untuk menindas kaum yanh tidak berkuasa. Negara pada jaman Marx, hanya mendatang keuntungan bagi kaum borjuis dan kapitalis. Negara macam itu menurut Marx harus lenyap.
5. Teori tentang Ekonomi dan Ideologi
Teori ekonomi Marx ingin menunjukkan bahwa perkembangan sistem kapitalis memberi prasyarat menuju ke sosialisme-komunisme. Kapitalisme tidak dapat mempertahankan dirinya setelah bermacam-macam krisis. Pada saat itu tibalah para buruh bangkit dan mengambil alih kekuasaan, lalu menggunakan alat-alat produksi demi kepentingan umum.
Dalam soal ideologi Marx dengan penuh semangat menguraikan pentingnya peranan hidup individual atau kelompok. Gagasan-gagasan yang dihasilkan manusia bersifat ideologis, intinya menjaga dan membela kepentingan suatu kelas atau kelompok tertentu.
Marx melihat dirinya sekadar menyuarakan gerakan historis yang akan mewujudkan kebebasan manusia dengan menyuratkan apa yang tersirat dalam proses historis, dan dengan demikian membantu tercapainya tujuan kelas buruh tersebut. Pada titik inilah warisan problematis Marx muncul. Teori-teori Marx yang problematis ibarat dua sisi pada mata uanga yang sama.
Di satu sisi, teorisasinya memang ”sengaja” bersifat problematis. Seperti terlihat dalam memadukan teori dan praktek. Di sisi lain, warisannya ”tanpa sengaja” juga bersifat problematis. Penolakannya terhadap leberalisme, kapitalisme dan sosialisme lain di luar teorinya, bersandar pada asumsi ganda yang masih rapuh. Pertama bahwa kapitalisme berada dalam proses keruntuhan. Kedua bahwa kaum proletar akan menjadi kelas hegemonik baru yang menciptakan tatanan komunis global. Apa yang terjadi jika bukti realitas menuju ke arah lain? Kapitalisme tidak runtuh dan kelas buruh enggan menerima kedudukan sebagai kelas penguasa?
Ada beberapa pengkritik tajam Karl Marx pada abad 20, yaitu: Herbert Marcuse (1898-1979), Jurgen Habermas (1929-....) dan Franz Magnis Suseno. Berikut kritik mereka seperti yang diramu oleh Adisusilo dalam bukunya Sejarah Pemikiran Barat dari Klasik hingga Modern.
- Masyarakat Tanpa Kelas dan Negara
Menurut Marx bila masyarakat tanpa komunis telah terwujud maka tidak akan ada lagi kelas-kelas dalam masyarakat. Anggapan bahwa dalam masyarakat tanpa kelas, negara tidak diperlukan lagi tidaklah berdasar. Dalam hal ini Franz Magnis Suseno mengajukan tiga alasan. Pertama, negara tidak hanya sebagai alat pelindung kekuasaan, dalam hal ini kapitalis. Negara juga mempunyai fungsi positif, seperti mengatur bentukbentuk komunikasi sosial, menjamin kebutuhan masyarakat dan menwujudkan kesatuan masyarakat di mana masyarakat harus bersatu. Kedua, pandangan Marx bahwa masyarakat dalam masyarakat tanpa kelas tidak ada lagi penghisapan, pencurian, pemerkosaan dan kriminalitas. Menurut Magnis Suseno, kejahatan tidak semata-mata bersumber pada ketidakadilan dan kemiskinan. Oleh sebab itu, fungsi negara tetap dibutuhkan dengan lembaga-lembaga yang mendukung. Ketiga, Marx memahami masyarakat tanpa kelas sebagai kerajaan kebebasan manusia, di mana setiap orang dapat bekerja menurut selera dan kreativitasnya sendiri. Padahal di negara komunis pun ada pekerjaan-pekerjaan yang tidak enak dan tidak diminati tapi harus dikerjakan, seperti membersihkan parit, WC dan sampah.
- Materialisme Historis
Pandangan Marx tentang produksi sebagai satu-satunya basis sejarah sulitlah dipertahankan. Sejarah jauh lebih rumit daripada hanya suatu perkembangan yang ditentukan oleh bidang produksi.
- Ideologi
Bagi Marx kebenaran instrindik dari ideologi tidak penting dan tidak relevan dipersoalkan, karena bagaiman pun bentuk dari pakaiannya, hanyalah pantulan dari realitas yang mendasarinya. Yang lebih penting adalah fungsi dari ideologi itu, selain meligitimasikan kekuasaan penguasa atau golongan tertentu, ideologi dapat melegitimkan berbagai cara dan jalan dalam mengejar tujuan tertentu. Namun, perlu diperhatikan bahwa sulit diterima kebenaran instrinsik suatu ideologi tidak perlu dipersoalkan lagi.
Demikianlah komunisme sebagai ideologi, dengan kekhasannya dan beberapa kekurangannya, mulai dianut negara-negara Eropa sebagai ideologi negaranya. Bermula dari Uni Soviet yang menjadi soko guru komunisme. Kemudian pasca Perang Dunia II, sebagai salah satu pemenang perang, Uni Soviet mulai secara gencar menyebarkan pengaruh komunisnya. Negara-negara Eropa Timur berhasil menjadi negara satelit Uni Soviet. Namun akhir abad 20, negara-negara tersebut pecah. Komunisme pun diambang kehancuran. Mengapa bisa demikian?
Setelah melihat sekilas ajaran komunisme dan beberapa kritik terhadapnya. Maka untuk memudahkan menganalisis, ada baiknya juga dikemukakan teori totaliterisme dan teori konflik. Pemahaman terhadap teori totaliterisme menjadi penting, karena pada realitasnya negara-negara komunis berkembang dengan bentuk negara totaliter bahkan diktator. Meskipun harus dilihat juga bahwa fakta yang ada tidak dapat digeneralisasi begitu saja. Negara-negara liberal dan demokratis pun ada juga yang totaliter, tetapi tidak pernah tampak secara langsung.
Menurut Zbigniew Brzezinski (seperti dikutip Adisusilo) masyarakat totaliter mempunyai lima unsur pokok, yaitu:
1) Suatu ideologi yang menjelaskan dunia, masyarakat manusia dan sejarah, merupakan ideologi yang harus ditaati, dipropagandakan dan diterima oleh senua warga negara;
2) Pemusatan kekuasaan sosial dan politik di tangan satu partai (biasanya didominasi oleh satu orang pemimpin);
3) Intimidasi atas rakyat melalui ketidakpastian hukum dan teror politis yang sewenang-wenang;
4) Monopoli negara atas sarana-sarana informasi dan komunikasi;
5) Perekonomian yang terpusat dan kurang lebih terencana.
Dalam tulisannya Ralf Danrendorf (seperti dikutip Adisusilo) sistem sosial mempunyai ciri-ciri konflik, sebagai berikut:
1) Sistem sosial senantiasa berada dalam keadaan konflik;
2) Konflik tersebut disebabkan oleh adanya kepentingan-kepentingan yang berbeda atau bertentangan yang tidak dapat dicegah dalam struktur sosial masyarakat;
3) Kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan mencerminkan perbedaan distribusi kekuasaan di antara kelompok-kelompok yang berkuasa, yang cenderung mempertahankan status quo dari kelompok yang dikuasai, yang berusaha merubah status quo;
4) Kelompok-kelompok itu cenderung berpolarisasi dalam dua kelompok yang saling bertentangan;
5) Penyelesaian konflik dapat menghasilakan konsensus, namun didalamnya sering terkandung kepentingan baru yang saling bertentangan sehingga dalam kondisi tertentu akan menimbulkan konflik baru.
BERSAMBUNG ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar