Sabtu, 16 Februari 2008

Di Antara Rehabilitasi dan Penulisan Sejarah

Penelitian sejarah masa lalu akan membuat orang lebih arif,

Sehingga kesalahan-kesalahan yang dahulu tidak terulang lagi.

(Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah:108)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah berunding dengan beberapa pejabat tinggi menetapkan akan merehabilitasi nama baik mantan Presiden Soeharto (Pak Harto). Hal ini berkaitan dengan kondisi fisik Pak Harto yang tidak memungkinkan lagi untuk menjalani pemeriksaan di pengadilan. Secara kemanusiaan keputusan yang diambil presiden SBY sangatlah benar dan manusiawi.

Meskipun demikian, dipandang dari sudut sejarah, keputusan tersebut tidak tepat. Sejarah adalah pelajaran dari masa lalu yang berguna untuk merenda masa depan dan masa kini. Tujuan utama sejarah adalah agar tidak terjadinya pengulangan sejarah atau kesalahan-kesalahan di masa lalu, yang merugikan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sejarah haruslah mengabdi pada kebenaran dan keadilan.

Penulisan sejarah haruslah berdasarkan atas dasar sumber yang otentik dan kredibel. Untuk itu diperlukannya kritik sumber atau verifikasi terhadap sumber, baik itu sumber langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder dan tersier). Dalam hal ini pertanggungjawaban sejarawan dalam penulisannya adalah pertanggungjawaban terhadap publik, terutama generasi penerus bangsa yang akan memimpin di masa depan.

Dalam kasus rehabilitasi nama baik Pak Harto, berarti telah terjadi penghapusan sejarah. Karena dengan merehabilitasi Pak Harto berarti segala peristiwa yang terjadi di masa pemerintahannnya juga ikut terehabilitasi, terlepas dari salah atau benarnya. Merehabilitasi nama baik Pak Harto tanpa penelitian dan dasar sumber yang otentik dan kredibel, berarti menghianati ilmu pengetahuan yang berpijak pada kebenaran. Apalagi rehabilitasi tersebut didasarkan pada unsur belas kasihan, bukan atas dasar fakta yang ilmiah.

Rehabilitasi yang akan diberikan Presiden SBY kepada mantan Presiden Soeharto harus ditinjau ulang. Keputusan ini berbeda dengan pemberian rehabilitasi kepada rakyat biasa. Pada rakyat biasa masalah akan selesai ketika rehabilitasi diberikan. Namun, pada kasus Pak Harto rehabilitasi tersebut akan terus terbawa dalam penulisan sejarah. Apa yang harus ditulis sejarawan tentang Pak Harto, jika rehabilitasi telah diberikan? Apakah menulis apa adanya secara obyektif dengan didasarkan bukti-bukti yang otentik dan kredibel? Ataukah melestarikan budaya rehabilitasi, dengan merehabilitasi juga sejarah Pak Harto? Yang terakhir sangat tidak sesuai dengan sejarah sebagai ilmu pengetahuan.

Merehabilitasi nama baik Pak Harto berarti juga menghilangkan sebagian peran Pak Harto dalam sejarah, baik itu yang positif maupun yang negatif. Hilangnya peran Pak Harto dalam sejarah berarti juga menghilangkan peran perjuangan mahasiswa pada tahun 1966 dan 1998. Menghilangkan sedikit maupun sebagian dari peran Pak Harto dapat diartikan sebagai sebuah kecacatan sejarah. Setelah perjalanan sejarah bangsa ini sedikit demi sedikit hilang, dimanakah letak kebenaran yang akan diwariskan kepada generasi penerus?

Mengingat Pak Harto adalah pelaku sejarah yang penting, maka segala keputusan yang keluar dari pemerintah haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan ilmiah. Hal ini menyangkut penulisan sejarah yang akan dikonsumsi masyarakat luas.

Setidaknya sebelum diberikan rehabilitasi semua masalah yang menyangkut Pak Harto harus jelas. Manakah tindakan dari beliau yang melanggar hukum sehingga perlu direhabilitasi, dan manakah yang tidak melanggar hukum. Jangan sampai dengan adanya rehabilitasi nama baik Pak Harto, penelitian dan penyelidikan juga terhenti. Atas dasar apapun, peristiwa masa lalu, baik itu yang menyangkut Pak Harto ataupun tidak, harus terungkapkan demi masa depan negara kita. Seperti yang diungkapkan Pak Kuntowijoyo “Penelitian sejarah masa lalu akan membuat orang lebih arif, sehingga kesalahan-kesalahan yang dahulu tidak terulang lagi”.

*tidak berhasil dimuat di kolom Academica Harian Kompas Yogyakarta (2007)

Tidak ada komentar: