Minggu, 17 Februari 2008

Pendidikan Kembali ke Tujuan Awal

Individu-individu kuat sepatutnya bergabung, mengangkat sebangsanya yang lemah, memberinya lampu pada yang kegelapan dan memberi mata pada yang buta.
(Jejak Langkah: Pramoedya A.T.)
Apa tujuan kita ketika berada di perguruan tinggi (PT)? Sebagai mahasiswa? Banyak yang berpendapat ini adalah usaha untuk mempermudah mendapat pekerjaan. Ada juga yang ingin mencapai mimpinya, ingin mendapat kerja dengan honor besar, prestise di masyarakat dan lain-lain. Intinya tetap sama yaitu pekerjaan bagi orang tersebut. Pihak perguruan tinggi juga tidak mau membuang kesempatan ini. Mereka berusaha mempromosikan PT masing-masing sebagai PT yang dapat menjamin pekerjaan bagi mahasiswanya. Seakan-akan wajar, sewajar mekanisme pasar, kebebasan bagi terjadinya permintaan dan penawaran.
Tahukah anda bagaimana ilmu pengetahuan lahir?Pada awalnya hanya ada ilmu filsafat, ilmu yang berusaha menjawab seluruh ”kebingungan” atau rasa penasaran manusia akan alam dan dirinya sendiri. Dengan bertambahnya waktu, kehidupan manusia semakin kompleks. Filsafat kemudian berkembang dan lahirlah ilmu-ilmu seperti: matematika, fisika, etika, bahasa, musik, arsitektur, dan seterusnya. Semua ilmu pengetahuan mempunyai satu kegunaan sebagai jawaban teoritis dari persoalan hidup manusia. Sedangkan jawaban konkrit dari persoalan hidup manusia dinamakan teknik.
Mari kita kembali ke jaman sekarang! Realitas menunjukkan kita adalah segelintir orang yang dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan teknik. Kita lebih dapat memahami realitas dunia dan problematikanya, dibandingkan orang-orang yang tidak memperoleh pendidikan. Dari dasar logika tersebut, dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia akan lebih baik karena telah lahir golongan-golongan terdidik. Bukankah ilmu pengetahuan dan teknik muncul karena kebutuhan manusia? Demikian pula lahirnya golongan terpelajar demi menjawab segala persoalan hidup.
Namun, realitas juga menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dikejar hanya untuk kepentingan modal, kepentingan pasar liberal. Setiap tahun, lulusnya para pelajar dilanjutkan dengan gelombang besar yang melamar pekerjaan di instansi-instansi negeri dan swasta. Padahal instansi-instansi tersebut berdiri dengan usaha-usaha yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Intelektual yang masuk di dalamnya secara tidak langsung akan mengabdikan pengetahuannya pada kepentingan perusahaan, maka lahirlah penindas-penindas baru. Sementara kemiskinan masih saja merajalela di masyarakat.
Jika menurut Sartre ”kita dihukum untuk bebas” maka semua adalah pilihan bebas kita. Hanya, apakah kita bebas setelah kita menyadari bahwa ”kita sadar bebas”, ataukah kita hanya didorong untuk berpikir bahwa ”kita bebas”?
Seandainya ”kita sadar bebas”, seharusnya kita sadar bahwa penderitaan rakyat Indonesia pada umumnya, merupakan sebuah persoalan hidup yang harus dijawab ilmu pengetahuan dan teknik. Kita sebagai pelajar atau mahasiswa harus kritis menggunakan ilmu pengetahuan. Jika memang pendidikan kita maju dan berhasil, buktikanlah dengan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Jika memang negera-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jepang, dan lainnya memiliki pendidikan yang maju, buktikanlah dengan kehidupan internasional yang lebih baik. Ketimpangan kehidupan dewasa ini, yang ditandai dengan kesenjangan sosial, menunjukkan adanya ketimpangan dalam pendidikan. Apakah pendidikan sudah menyimpang dari tujuan awalnya? Masih adakah pendidikan yang sesungguhnya?
Seperti apa yang diceritakan pramoedya selanjutnya dalam jejak langkah: ”Golongan terpelajar, golongan beruntung yang mendapat lebih banyak ilmu dan pengetahuan daripada bangsa selebihnya. Bagi orang intelligent, orang cerdas – bukan hanya berilmu dan berpengetahuan – tak mungkin terlepas perhatiannya dari masalah-masalah kehidupan, apalagi kehidupan yang vital, memikirkannya, memecahkannya dan menyumbangkan pikirannya.”
* tulisan ini dimuat si majalah mahasiswa natas Univ. Sanata Dharma Yogyakarta (edisi Nov 2007)

Tidak ada komentar: